OMAH JEJER TELU
Kejadian ini terjadi saat saya masih menginjak sekolah dasar. Saya lupa tahun pastinya,...
Yang jelas saya dan keluarga, baru saja pindah rumah dari yang
sebelumnya tinggal di samping Rumah Rombe ke tempat baru (masih di desa yang sama) yaitu Omah Jejer Telu (Rumah Berjejer Tiga).
Omah Jejer Telu?
Mungkin tidak banyak orang jawa sekarang yang tahu maksud dari istilah ini, karena fenomena seperti ini sudah langka terjadi, Bahkan mungkin sudah tidak.
Karena Omah Jejer Telu rupanya memiliki arti kelam yang dulu sangat di percaya terutama bagi orang-orang tua.
Omah Jejer Telu adalah dua rumah menghadap satu rumah tunggal dan bila di lihat dari sudut atas membentuk pola segitiga, hal inilah yang membuat orang-orang tua di tempat saya sangat menentang pembangunan rumah baru ini karena di khawatirkan membentuk pola segitiga yang dapat mendatangkan musibah bagi dua rumah lain,.....
Kalau kata kakek saya, ngundang Braung.
Braung sendiri itu penggambaran dari makhluk hitam menyerupai genderuwo tapi bola matanya saja sebesar tempeh, jadi makhluk ini lebih besar lagi dan biasanya dia memilih satu rumah untuk di tempati.
Balik ke rumah baru, dua penghuni yang sebelumnya sebenarnya sudah menentang pembangunan ini tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena bagaimanapun pembangunan ini di nyatakan sah.
Selidik demi selidik pembangunan rumah baru ini rupanya untuk rumah kost. Rumah kost dari pabrik gula.
Terlibatnya pihak pabrik dalam membangun rumah ini membuat banyak warga curiga bila pembangunan ini di sengaja untuk membuat istilah Omah Jejer Telu ini terwujud.
Tapi sayangnya tidak ada orang yang memiliki bukti akan hal ini, lagi pula ini hanya istilah ghaib yang tidak dapat di buktikan.
Dan hal yang membuat warga semakin curiga sebenarnya adalah lokasi.
Lokasi yang di pilih pihak pabrik adalah dua rumah paling tua di desa saya, aneh kan....
Tapi sekali lagi tidak ada yang bisa membuktikan maksud di bangunnya rumah ini karena nyatanya pembangunan tetap berlanjut.
Bisa di bilang, terbentuklah istilah ini dari dua rumah tua dengan satu rumah baru, yang membentuk pola segitiga, hal ini di perparah dengan salah satu rumah tua tepat di halaman rumahnya terdapat kuburan keluarga.
Konon setiap malam jumat, satu dari dua nisan ini bisa terbang.
Tapi hal ini tidak terlalu menakutkan bila di bandingkan dengan cerita- cerita selanjutnya, cerita nisan terbang sendiri sudah banyak di saksikan oleh warga yang berjaga jadi bukan hal baru tapi yang paling menakutkan justru terjadi di rumah baru ini. Rumah kost ini.
Saya ingat cerita ini ramai di bicarakan satu minggu setelah batu pertama di letakkan.
Malam hari terdengar dari jendela rumah ibu Rismoyo suara wanita menangis,
Ibu Rismoyo ini usianya 60'an, beliau tinggal bertiga dengan anak dan cucunya,
Di bawah atap di dalam kamar beliau yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pembangunan rumah baru, ibu Rismoyo yakin seyakin-yakinnya mendengar suara wanita menangis. Takut dengan suara itu, ibu Rismoyo pergi ke kamar anaknya.
Saat menuju ke kamar anaknya, ibu Rismoyo terkejut dengan suara telephone yang berdering.
"Kriiingg.... kriiiingg"
Waktu itu yang punya telephone bisa di bilang orang kaya, bahkan orang-orang yang sangat kaya, TV saja tidak banyak yang punya, bisa di bilang ibu Rismoyo ini orang berada..
Ibu Rismoyo berhenti memandang ke atas meja tempat telephone berdering, antara bingung dan takut,
"Kriiingg.... kriiiingg"
Ibu Rismoyo ragu untuk mengangkatnya, namun ia ingat bahwa suami dari anaknya mungkin yang sedang menelphone, membuat wanita tua ini akhirnya memutuskan untuk mengangkatnya.
"Halo?"..... suaranya gemetar saat menjawab telephone
Lama menunggu ibu Rismoyo tak juga mendengar jawaban, beliau mengulangi pertanyaan yang sama.
"Halo?"....tetap saja siapapun yang ada di balik telephone itu pasti sedang mengerjai dirinya
Tapi, saat ibu Rismoyo mau menutup...
"Hiiihiii.... Hiiihiii......".
Suara tangisan dari wanita itu terdengar,.... lirih,.... lirih sekali sampai membuat wanita tua ini penasaran,
"Halo, Mbak?"....begitulah ibu Rismoyo bertanya
Saat itu, barulah suara di ujung lain itu menjawab,
"Ngapunten, kulo nyuwun tolong"
("Mohon maaf, saya mau minta tolong")
Kaget, ibu Rismoyo mencoba menunggu,
"Anak kulo sek tas sedo Buk, Kulo nyuwun tulung, Njenengan sirami kembang mbenjeng nggih ben anak kulo isok tenang gak ganggu njenengan sak keluarga" Jawab suara di Telepone
("Anak saya baru saja meninggal buk, saya minta tolong, anda siram kuburannya dengan air bunga biar dia bisa tenang dan tdk menganggu")
"Njenengan sinten?" tanya ibu Rismoyo
("Anda Siapa?")
Tapi suara di ujung telephone tak menjawab, hanya suara nafasnya yang terdengar jelas seperti sesenggukkan saat seseorang sedang menangis,...
Malam itu bulu kuduk ibu Rismoyo sebenarnya sudah berdiri namun beliau masih mencoba untuk kuat menunggu.
Saat itu lah suara menangis yang sebelumnya terdengar lirih itu berubah menjadi suara tertawa cekikikan,
Ibu Rismoyo ketakutan sekali sampai langsung menutup telephone, tapi tak lama kemudian suara telephone kembali berdering...
Ibu Rismoyo merasa ada yang mengawasi dirinya, di ruang tengah dalam kondisi lampu di matikan.
Ibu Rismoyo berdiri mematung melihat telephone yang terus menerus berdering. Akhirnya setelah berpikir bahwa mungkin memang ada yang sedang mengerjai beliau, ibu Rismoyo memberanikan diri mengangkat telephone sambil membentak,
"Hai.... iki sopo?" bentak ibu Rismoyo
("Hai... ini siapa?)
sekali lagi hening, ibu Rismoyo tidak mendengar jawaban apapun dari
entah siapa yang ada di ujung telephone sampai akhirnya lagi-lagi suara tangisan dari wanita itu terdengar.
Kali ini ibu Rismoyo mendengarnya secara langsung, suara itu terdengar dekat, dekat sekali...
Tanpa menggunakan telephone ibu Rismoyo bisa mendengar suara itu secara langsung. Hal ini membuat ibu Rismoyo berniat untuk pergi.
Seperti tahu apa yang akan di lakukan wanita tua itu, sosok misterius di telephone itu lalu berkata,
"Kulo sak niki wonten neng sebelahe njenengan"
("Saya sekarang ada di sebelahnya Anda")
Ibu Rismoyo menoleh melihat seluruh ruang tengah, namun beliau tak mendapati siapapun di sini. Ketakutan sudah menguasai wanita malang itu, dia membanting telephone lalu bergegas lari ke kamar anaknya. Sampai di sudut matanya ia melihatnya sosok wanita menggendong bayi yang masih merah, tapi bu Rismoyo tidak lagi perduli, dia sudah melesat masuk ke kamar anaknya.
Anaknya terbangun melihat ibunya menatap dirinya dengan ekspresi ketakutan,
"Ada apa buk?"ibu Rismoyo hanya menggelengkan kepala, dia tak bisa bicara
Setelah kejadian malam itu, ibu Rismoyo tak lagi bisa bicara. Selain itu dia juga sering menjerit bila di tinggal sendirian di rumah,
Hal ini membuat menantunya yang tinggal di luar kota memutuskan untuk pulang.
Tapi semua ini baru saja di mulai....
Pembangunan rumah baru ini awalnya di rencanakan memiliki dua lantai, hal yang membuat warga geleng kepala siapa orang yang ada di balik pembangunan rumah ini.
Namun sayangnya saat pengecoran tiba-tiba pembangunan berhenti
bertepatan dengan di keluarkan surat pabrik gula bangkrut....
Bisa di bilang setelahnya, rumah ini menjadi terbengkalai meski bangunan sudah selesai,
Kost yang awalnya untuk para pekerja akhirnya tidak laku, Karena satu- satunya penunjang di adakannya kost ini adalah karena pabrik gula, Kalau pabrik gula bangkrut siapa yang mau kost di sini.
Selama berbulan-bulan rumah ini akhirnya di biarkan kosong.
Suatu malam, penghuni rumah di seberang melihat ada yang janggal dari rumah ini. Di mana di dalam rumah kosong dia melihat sebuah cahaya, Satu hal yang membuat dirinya penasaran, Siapa yang masuk ke dalam rumah ini.
Berbekal sarung tersampir di badan dengan senter jumbo di tangan, Pak Ageng keluar dari rumahnya. Beliau berniat untuk memeriksa rumah kosong ini takutnya bila ada maling bersembunyi.
la menyebrang jalan lalu menggeser pagar yang menutupi rumah kosong lalu melangkah masuk.
Pak Ageng memeriksa setiap sudut rumah tapi dia tak menemukan apapun yang bisa menjawab pertanyaannya tadi.
Kesempatan ini di gunakan pak Ageng untuk melihat-lihat keseluruhan rumah. Beliau menemukan 4 kamar dengan dapur umum. Selain itu ada satu kamar mandi.
Sayang sekali, rumah sebesar ini di biarkan kosong seperti ini.
Saat itu lah, dari jauh pak Ageng mendengar suara wanita menangis, suaranya terdengar jelas dari halaman belakang rumah yang waktu itu masih di tumbuhi pohon-pohon pisang.
Kadang saat seseorang sudah penasaran ia akan mengesampingkan rasa takut atas kebodohan yg akan dia lakukan.
Hal ini lah yg terjadi dengan pak Ageng.
Berbekal keberanian sebesar biji jagung dia memutuskan untuk memeriksa bagian belakang rumah yangg konon tidak pernah di datangi siapapun.
Pintu kayu yang menutupi bagian belakang rumah di pindahkan oleh pak Ageng.
Sementara suara itu terdengar semakin jelas membuat dirinya semakin yakin bila yang dia dengar ini nyata.
Saat la melangkah keluar, pak Ageng tak mendapati apapun selain pemandangan pohon pisang.
Saat itu pak Ageng terus mencari di mana sumber suara tersebut karena ia merasa yakin masih mendengarnya.
Saat itu lah tanpa sengaja senter jumbo pak Ageng menangkap sesuatu di jendela ibu Rismoyo, rupanya wanita tua itu sedang mengamati dirinya dari dalam kamarnya.
Pak Ageng akhirnya memutuskan untuk mendekati jendela ibu Rismoyo yang sedang melihat dirinya dari balik kaca hitam.
Ada yang aneh dengan wanita tua ini, pak Ageng belum pernah melihat beliau menggerai rambut panjangnya sembari menempelkan wajahnya dengan dua tangan tepat di kaca.
Tepat berdiri di hadapannya, pak Ageng akhirnya mengetuk kaca jendela wanita tua itu yang sama sekali tidak bergerak,
"Buk, buk, sampean ndelok opo toh kok sampe koyok ngene?" ibu Rismoyo masih melihat pak Ageng,
("Buk, buk, anda ini sedang lihat apa kok sampai kaya gini?")
Saat itu lah, ibu Rismoyo tersenyum menyeringai kepada pak Ageng yang membuat lelaki paruh baya itu merasa ada yang ganjil dengan wanita tua di hadapannya ini.
Ibu Rismoyo seperti mengatakan sesuatu namun pak Ageng tidak bisa mendengar dengan jelas maksud ucapannya.
ibu Rismoyo terus mengetuk ngetuk kaca dengan telunjuknya, butuh waktu lama untuk pak Ageng tahu kalau ibu Rismoyo sedang berusaha mengatakan....
"Nang mburimu?"
("Di belakangmu?")
Pak Ageng terdiam mematung, suara tangisan itu kini terdengar semakin jelas.
Subuh......
Pak Ageng di temukan oleh mbak Nani saat sedang menyapu halaman depan. Ia menemukan lelaki paruh baya itu kejang-kejang.
Ramai orang datang mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi saat pak Ageng di tanya dia hanya bisa menjawab dengan kosakata tidak lengkap (gagap).
la menyebut Anin,... Anin,.... sambil menunjuk-nunjuk siapapun yang ada di depannya,
Semua orang hanya saling melihat satu sama lain, tidak mengerti maksud pak Ageng.
Tapi ketika ibu Rismoyo datang menjenguk, pak Ageng menjerit-jerit menyuruh wanita itu keluar
"Inggat!! inggat!!"
Mbak Nani merasa tersinggung ibunya di perlakukan seperti itu,
Dia berkata bila pak Ageng tidak tau terimakasih,
Hal ini membuat orang-orang yakin kalau ini adalah tanda-tanda Omah Jejer Telu yg biasanya di awali dengan sesama tetangga saling bermusuhan.
Kejadian ini terus berlanjut, banyak warga menemukan keganjilan yg semakin aneh.
Salah satunya menemukan ibu Rismoyo biasanya berdiri di depan pintu rumah kosong seorang diri seolah-olah melihat sesuatu. Saat di ingatkan dia akan menoleh sambil nyengir setan yg membuat merinding.
Tidak hanya itu, di tengah malam beberapa orang pernah bersaksi bila melihat pak Ageng sedang bermain-main di got depan rumah kosong seperti mencari sesuatu di sana.
Setiap mau di dekati pak Ageng akan merangkak masuk ke dalam
rumah, membuat orang yang melihatnya memutuskan pergi.
Dua tahun setelah kosong akhirnya ada keluarga baru yang mengatakan berniat mengontrak rumah ini,
Hal ini di sampaikan kepada RT setempat.
Meski sempat di ingatkan kalau rumah ini tidak beres, keluarga baru ini bersikeras.
Katanya dia tidak perduli dengan hal ini.
Karena rumah ini sebelumnya selesai ala kadarnya keluarga baru ini harus sedikit menguras isi dompet untuk memperbaiki di sana-sini. la berkata kalau merasa berjodoh dengan rumah ini dan berniat membelinya kalau di rasa cocok dalam waktu berjangka.
Akhirnya,... pak RT menyerah
Rumah yang sebelumnya terbengkalai kini terlihat lebih baik. Keluarga baru ini terdiri dari seorang lelaki muda, Sebut saja pak Ridwan bersama isteri dan kedua anaknya.
Anak sulung berusia 6 tahunan sedangkan si bungsu masih menyusui, malam ini adalah malam pertama bagi mereka.
Kebetulan kamar di sebelah utara menghadap ke rumah bu Rismoyo sedangkan ruang tamu menghadap rumah pak Ageng.
Setiap malam anak bungsunya tidak pernah berhenti menangis. Hal ini membuat pak Ageng dan isterinya tidak bisa tidur sementara anak sulungnya berlarian di ruang tengah.
Namun tidak ada yang lebih membuat pak Ridwan merasa heran saat menemukan pak Ageng berdiri di gerbang rumahnya mematung menatap kosong kearah rumahnya.
Hal ini terjadi setiap malam antara pukul 12 malam saat pak Ridwan menenangkan anaknya di ruang tamu.
Bersama isterinya mereka mengawasi pak Ageng dari kaca jendela ruang tamu. Takut terjadi hal-hal yang tak di inginkan.
Pak Ridwan keluar untuk mengingatkan pak Ageng tapi lelaki itu justru tersenyum sebelum melangkah mundur, melangkah mundur bukannya berbalik, aneh sekali....
Belum selesai dengan urusan pak Ageng,
Terdengar anak sulungnya berteriak menjerit yg membuat mereka akhirnya berlari untuk melihat apa yg terjadi. Anak sulungnya menunjuk-nunjuk kaca jendela yg ditutupi oleh gorden, pak Ageng memeriksa saat melihat di hadapannya ada bu Rismoyo.
Hal ini terjadi setiap malam membuat pak Ridwan akhirnya
menyampaikan protes kepada pak RT.
Mereka akhirnya di kumpulkan di salah satu rumah warga, di sana bu Rismoyo menangis menggelengkan kepala seolah berkata itu bukan dirinya, hal yg sama yang di lakukan pak Ageng.
Pak RT menyarankan untuk memanggil kiyai untuk membersihkan seisi rumah, tapi pak Ridwan tidak percaya dengan hal-hal seperti ini.
Dia menolak lalu kembali ke rumah.
Hal yg membuat warga merasa geram.tapi ini akan menjadi penyesalan karena setelahnya, kejadian itu terjadi.
Malam itu, kedua anaknya sedang tertidur lelap.
Pak Ridwan melangkah keluar dari dalam kamar, ia merasa tenggorokannya kering.
Saat dia menuju ke dapur dan tiba-tiba dia mendengar suara seorang wanita sedang menangis,suaranya berasal dari dalam kamar mandi.
Pak Ridwan berjalan menuju ke sumber suara di mana dirinya menemukan bayangan seseorang dari bawah pintu, ragu bila benar- benar ada orang di dalam.
Pak Ridwan mendorong pintu melihat siapa yg berada di sana sebelum pak Ridwan sadar dirinya berhalusinasi, karena dia tak melihat
siapapun ada di dalam kamar mandi,
Anehnya, ia masih saja mendengar suara wanita menangis, pak Ridwan melangkah masuk melihat isi di dalam bak mandi namun sekali lagi dirinya tak menemukan apapun.
Saat ia berbalik pak Ridwan mendapati isterinya menggendong si bungsu,
"Dek ngapain?" tanya pak Ridwan,
Isterinya tidak menjawab, la ikut masuk ke dalam kamar mandi sembari bergumam seorang diri.....
la menimang-nimang si bungsu sebelum menenggelamkan tubuh anaknya ke dalam bak mandi, salah satu hal yang membuat pak Ridwan langsung mendorong wanita itu.
Ssambil memegang kepalanya isteri pak Ridwan menjerit, menangis sekeras mungkin.
Pak Ridwan merasa keheranan ia berteriak apa maksudnya dia melakukan hal gila tersebut sesaat kemudian isterinya melihat pak Ridwan menunjuk-nunjuk pak Ridwan sambil berkata,
"Deloken anakmu!!"
("Lihatlah anakmu")
Pak Ridwan melihat si bungsu yang ada di pelukannya dan saat itulah dia baru menyadari bahwa yang ia gendong rupanya bukan anaknya, lebih menyerupai bayi yang terlihat seperti seonggok daging
berlumuran darah.
Pak Ridwan melemparkan benda itu berlari menuju ke tempat isterinya.
Pak Ridwan masuk ke dalam kamar tapi tak mendapati kehadiran isteri dan kedua anaknya hanya kamar kosong dengan pemandangan di jendela di mana bu Rismoyo sedang melihat dirinya.
Sadar rumah ini membuat dirinya gak waras pak Ridwan berlari keluar rumah.
Di sana dia melihat isteri dan kedua anaknya sedang berdiri melihat pak Ridwan dengan tatapan cemas.
Malam itu juga mereka menjelaskan semua kejadian ini kepada pak RT yang keesokan harinya memutuskan untuk memanggil Kiyai.
Apakah semua berakhir sampai di sini?...
Sebenarnya warga terutama pak RT sudah bersikap sangat baik. Mereka mau membantu mencarikan kiyai untuk membantu membersihkan rumah tersebut. Tapi keluarga pak Ridwan terutama pak Ridwan sendiri menolak tawaran tersebut.
Kenapa?....
Karena beliau lebih percaya dengan seorang guru.
Guru spiritual yang pernah dekat dengan keluarga pak Ridwan. Jadi bisa di bilang pak Ridwan yang sehari-hari memiliki latar belakang sebagai seorang pemborong ini dulu punya guru spiritual keluarga. Tapi sudah lama tidak menjalin hubungan setelah kebangkrutan bapaknya. Setelah bapaknya Almarhum, pak Ridwan teringat kembali dengan sosok guru ini. Beliau pun mendatangkan lelaki tua ini yang untuk jalan saja harus di bantu dengan tongkat.
Hal ini sebenarnya di tentang dengan tetua desa saya, tapi pak Ridwan ngeyel berkata bahwa beliau sudah keluar uang banyak untuk rumah ini.
Warga pun mengalah.....
Para tetangga di samping rumah pak Ridwan merasa ada sesuatu yang tidak enak akan terjadi, tapi apa daya mereka tidak bisa berbuat apa- ара.
Jadi apa yg di lakukan oleh guru spiritual ini?
Ini adalah satu-satunya yang saya ingat tentang rumah ini di mana ritual di lakukan di hadapan beberapa warga, seperti tontonan saja. Pertunjukannya sendiri di lakukan di belakang rumah pak Ridwan. Malam itu bertepatan dengan kamis legi, Kalau tidak salah ingat.
Orang tua itu yang di sebut guru seperti paranormal pada umumnya. Duduk bersila di atas tanah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Beberapa kali dia membuka mata melotot pada sudut-sudut tertentu. Beberapa kali dia juga tertawa sendirian.
Malam yang awalnya tenang tapi mendadak seperti ada sesuatu yang benar-benar membuat siapapun yang ada di sana merasa gelisah.
Saya yg masih anak-anak akhirnya di suruh pulang oleh orang-orang tua, mereka bilang hal seperti ini tidak untuk di lihat.
Tahu apa yg saya lihat sebelum pergi?
Orang yang menyebut dirinya guru itu memukul-mukul telapak tangannya pada sebatok kelapa lalu merobek kulit keras buah tersebut dengan sekali cabik, lalu menuangkan isi buah tersebut yang di dalamnya tak berisi air, tapi sesuatu yg hitam kental.
Saya yang melihat merasa mual. Karena benda itu di letakkan di atas tanah. Butuh empat sampai lima buah kelapa sampai membentuk gumpalan yg sampai hari ini saya tidak tahu itu apa.
Setelahnya dia menari seperti peran dalam pertunjukkan ludruk, sambil bergerak seperti tokoh wayang.
Dia berbicara sendiri, marah-marah sendiri sambil menunjuk-nunjuk beberapa tempat.
Saya yang masih penasaran sudah mencoba mencuri-curi lihat tapi orang-orang tua waktu itu sampai harus memaksa kami untuk pulang, jadi saya tidak tahu akhir pertunjukannya seperti apa.
Yang saya tahu adalah hasil dari pertunjukan itu yang saya dengar dari mulut anak-anak yang lebih tua, mereka melihat sampai pertunjukan berakhir di mana, seluruh anggota keluarga pak Ridwan di beri jimat khusus yang katanya di ambil dari jantung pohon pisang.
Untuk anak-anak pak Ridwan di beri kalung berbentuk persegi empat berwarna hitam yang di sebut suwuk, sedangkan pak Ridwan di beri kemuning (seperti keris hanya saja lebih kecil, ukurannya sebesar ibu jari)
Lalu apa yang terjadi sebenarnya,...
Begini, rupanya di belakang rumah tepat di kiri pondasi di temukan sebuah kuburan tua yg di gali serampangan lalu di tutup oleh semen.
Saat di periksa oleh warga atas perintah dari orang yg menyebut dirinya guru di temukan sebuah kuburan bayi, hal yang ganjil dari semua ini adalah tidak ada yang tahu siapa pemilik bayi malang itu yang di
pendam di samping pondasi rumah,
Pak RT waktu itu sangat terkejut mendengarnya, awalnya tidak ada yg percaya tapi setelah di buktikan rupanya benar di temukan tulang dengan kain yang sudah tidak berbentuk.
Yang menjadi masalah adalah, siapa pemilik dari jasad bayi malang tersebut?
Guru itu menyebut bila ada sesuatu yang menganggu dirinya tentang pentingnya identitas penemuan ini, dia hanya berpesan untuk
menguburkan jasad ini lebih layak sementara beliau mau mencari sendiri.
Akhirnya kuburan itu di pindahkan ke kuburan umum desa, tapi siapa sangka justru ini adalah awal semuanya.
Awal dari sesuatu yang lebih berbahaya bersemayam di dalam rumah ini.
Berhari-hari setelah pertunjukan si guru itu tidak ada yang terjadi.
Anak-anak pak Ridwan mengenakan suwuk mereka, sementara kemuning yang di dapat pak Ridwan di simpan di dalam almari.
Keluarga pak Ridwan tak lagi di ganggu oleh makhluk yang kadang menyerupai wujud tetangganya itu.
Tapi semua ini hanya sementara saja, Karena pada malam itu pak Ridwan baru pulang dari luar kota. Waktu itu belum ada yg punya handphone, hanya telephone rumah.
Pak Ridwan menghubungi rumah dari wartel di samping jalan tol, ingin mengabarkan bahwa sebentar lagi ia pulang.
Pak Ridwan menekan tombol telephone rumahnya,
Tak beberapa lama seseorang di ujung mengangkat panggilannya, itu adalah isteri pak Ridwan, mereka saling berbicara satu sama lain,
Tapi ada yang aneh, sayup-sayup pak Ridwan mendengar suara lain, suara seperti merintih menangis.
Suaranya pelan sekali, pak Ridwan bertanya,
"Dek, acung nangis?" (Acung adalah si bungsu)
Mendengar hal ini isteri pak Ridwan awalnya diam saja, ia berkata kalau si acung sedang tidur.
Pak Ridwan lalu diam sebelum bertanya kembali,
"Beneran, kok kaya ada yg nangis?"
Selama perjalanan bus malam, pak Ridwan tidak bisa duduk dengan tenang, wajahnya terlihat resah, entah kenapa setelah menghubungi isterinya justru malah membuat pak Ridwan khawatir terjadi sesuatu dengan keluarganya.
Hal ini di tangkap oleh seorang kernet bus yg melihatnya.
"Enten nopo to pak? kok koyoke onok masalah" tanya kernet tersebut ("Ada apa pak, kok sepertinya ada masalah")
Pak Ridwan hanya tersenyum, enggan menceritakan masalahnya,
Tapi si kernet bus seperti tahu sesuatu, dia terus melihat pak Ridwan mencuri-curi pandang,
Hal ini di sadari oleh pak Ridwan,
Saat pak Ridwan mengatakan di mana dia akan turun, si kernet lalu berujar,
"Pak, mengken nek mantuk ra onok salahe nek mberseni sikil dilek nang jedeng ojok lali di sawang bayangane"
("Pak, nanti kalau pulang gak ada salahnya mencuci kaki terlebih dahulu dan jangan lupa untuk melihat bayangan")
Pak Ridwan tidak mengerti maksud pemuda yang usianya mungkin setengah dari usianya, la hanya mengangguk saat bus mulai
memelankan laju kecepatan sebelum pak Ridwan melangkah turun.
Bus kembali melanjutkan perjalanan, kernet itu masih memandang pak Ridwan.
Jarak antara jalan raya dengan rumah tidak terlalu jauh, pak Ridwan berjalan sendirian menuju ke rumah tapi entah kenapa saat ia sedang berjalan seperti ada yang terus membuntuti dirinya.
Hal ini membuat pak Ridwan berkali-kali harus berhenti melihat ke belakang, tapi anehnya tak di temukan siapa-siapa.
Setiap kali langkah pak Ridwan terdengar lagi-lagi perasaan seakan- akan ada yg membuntuti dirinya terasa lagi semakin lama semakin
intens, Pelan-pelan pak Ridwan mulai merinding terutama saat suara- suara mulai terdengar di telinganya.
la sampai di rumah dini hari,...
Setelah mengambil kunci dari kantung celananya pak Ridwan melangkah masuk.
Hal pertama yg dia lakukan adalah menuju ke kamar tempat isteri dan anaknya sedang tidur tapi ada kejadian aneh karena sebelum pak Ridwan masuk ke kamar isterinya.
la melihat si sulung mengintip dari pintu kamarnya.
Saat pak Ridwan melihat itu si sulung langsung menutup pintu lagi, hal ini membuat pak Ridwan termenung sejenak. Ia merasa semakin janggal, ada apa dengan anaknya, kenapa dia belum tidur, hal yg tidak biasa bagi si sulung..
Pak Ridwan mengurungkan niat masuk ke kamar, ia sekarang
mendekati pintu si sulung di mana pak Ridwan lalu mengetuk pintu kamarnya. Namun tak ada jawaban dari dalam kamar tetapi pak Ridwan mendengar dengan jelas di balik pintu si sulung seperti bersandar di sana, tertawa cekikikan.
Bulan November..., 2 tahun setelah penutupan pabrik gula diikuti dengan pembukaan pabrik kertas.
Pabrik kertas ini tidak berada di wilayah pabrik gula jadi mohon digaris bawahi.
Berdirinya pabrik baru tentu diikuti penyerapan tenaga kerja, hal ini di manfaatkan oleh pengelola.
Setelah direnovasi seadanya bangunan ini menjadi bangunan yang cukup layak untuk di tinggali. Saat itu beberapa rumah juga sudah dibangun membuat fenomena Omah Jejer Telu tidak lagi terlalu di khawatirkan oleh orang-orang.
Tapi..., benarkah fenomena itu benar-benar lenyap?
Di sinilah, Putri datang dari sebuah desa di barat daya wilayah kami. Wilayah yang sudah terkenal di provinsi kami sebagai wilayah penghasil anak-anak muda yang berani merantau. Jadi buat orang yang bukan dari jawa timur, ada beberapa daerah yang memang terkenal pemuda- pemudinya ulet.
Perempuan ataupun laki-lakinya benar-benar pekerja keras, hal yang membuat saya masih terpukau bila melihatnya.
Puteri di terima di pabrik kertas dengan pembagian jam kerja 3 shift. Setelah penerimaan itu, Puteri mulai mencari tempat untuk dirinya tinggal selama di kota orang.
Saat itulah dia mendengar salah satu tempat yang menyediakan tempat tinggal. Kost puteri yang dahulu pernah di kenal oleh warga desa sebagai bangunan Omah Jejer Telu.
Bagaimana semua di mulai?
Mari masuk ke dalam ceritanya.
Puteri datang siang hari.... Setelah mendapat alamat dari kenalan di pabrik, sampailah puteri di bangunan dengan palang "Kost Khusus Wanita".
Saat puteri mendekati bangunan itu ia terkesiap meihat rumah di samping bangunan kost di penuhi oleh orang, puteri nampak penasaran melihatnya.
Puteri berdiri diam cukup lama di depan rumah itu. Berharap ada warga yang berbaik hati memberitahunya apa yang terjadi. Namun tak ada warga yang memperdulikan Puteri.
Mereka tampak sibuk saling mendorong satu sama lain, melihat isi di dalam ruang tamu. Puteri akhirnya memutuskan pergi.
la duduk di depan bangunan dimana di sediakan sebuah kursi. Sembari menunggu pengelola datang, Puteri mencuri-curi pandang rumah di samping bangunan yang berjarak tak jauh dari tempat Puteri duduk, yang hanya terhalang pohon sawo yang mulai rimbun. Disela-sela Puteri mengamati, tiba-tiba....
Dia mendengar suara menjerit...., Suaranya nyaris membuat Puteri melompat dari tempatnya duduk. Suara itu seperti suara seorang wanita.
Tak tahu apa yang terjadi, warga terdengar saling berbicara satu sama lain. Sampai akhirnya seseorang yang ada di dalam rumah
membubarkan massa.
Pintu rumah akhirnya di tutup, diikuti oleh warga yang berhamburan pergi. Saat itulah seorang lelaki paruh baya melewati tempat Puteri duduk. Tanpa membuang kesempatan karena rasa penasaran yang sudah mengusik batin, Puteri memberanikan diri untuk bertanya.
"Ngapunten, ada apa ya pak?"
("Maaf, ada apa ya pak?")
"Oh itu mbak, bu Rismoyo katanya ketemplekkan. Sudah beberapa hari ini beliau berlaku aneh..., Trus dipanggilkan kiyai buat bantu, sepertinya sudah baikan"
Puteri hanya mengangguk, mendengarkan arti ketemplekkan dalam bahasa indonesia yang berarti "kerasukan". Dan setelah menjawab lelaki paruh baya itu pergi
Tak lama setelah kepergian lelaki itu, pengelola datang yang adalah seorang wanita dengan sepeda kumbang. Terjadi basa-basi diantara mereka mulai dari harga sewa sampai peraturan selama tinggal di sini, yang salah satunya adalah dilarang keluar kost kecuali shift malam.
Awalnya, Puteri merasa ada anyg janggal dari ekspresi pengelola. Karena beberapa kali dia seperti menunduk saat Puteri bertanya perihal peraturan. Karena tidak ada pilihan lain Puteri pun akhirnya setuju. Si pengelola mengajak masuk puteri kedalam bangunan.
Saat puteri melihat sekilas kearah rumah tempat warga tadi berkumpul, di jendela rumah tepatnya dikaca tembus pandang diantara rimbun batang daun pohon sawo, dia seperti melihat seorang wanita tua berambut panjang terurai melihat dirinya, ekspresinya melotot melihat Puteri.
"Mbak lihat apa, sini masuk" kata si pengelola
Dia melambaikan tangan, yang diikuti langkah kaki Puteri masuk ke dalam bangunan.
Di dalam sana, Puteri melihat tiga kamar berjejer berukuran kecil yang semuanya menghadap kearah selatan, sementara dua kamar lain menghadap ke utara.
Pengelola menjelaskan bila bangunan ini baru saja mengalami renovasi besar-besaran. Hal ini terlihat di mata Puteri, termasuk anak tangga di mana saat Puteri bertanya tentang hal ini pengelola menjelaskan bila pembangunan untuk lantai dua belum selesai terkendala dana.
Puteri mengerti.
Pengelola mengantarkan puteri ke kamarnya, dan menjelaskan bila puteri adalah penghuni ke empat dari lima kamar yang artinya ada satu kamar kosong. Sialnya puteri mendapatkan kamar di samping kamar kosong itu, tepatnya kamar yang menghadap ke utara.
Setelah menyelesaikan pembayaran dan serah terima kunci pengelola akhirnya pamit. Ia mengatakan kalau saat ini tiga penghuni kamar sedang bekerja shift pagi. Jadi kemungkinan Puteri untuk bertemu mereka adalah saat sore nanti.
Puteri mengangguk..., setelah itu pengelola pergi.
Di dalam kamar berukuran kecil itu Puteri meletakkan tas, memindahkan baju yang ada di dalamnya ke dalam almari kayu.
Kamarnya sendiri tampak sederhana dengan pintu dan jendela persegi panjang keatas bertutupkan gorden untuk privasi masing-masing penghuni.
Saat itulah, Puteri mendengar suara pintu terbuka yang berasal dari luar kamarnya.
Puteri mendekat ke jendela..., Mengintip dari balik gorden...., Seorang wanita berambut panjang keluar dengan kaos berwarna hijau di bahunya tersampir handuk, ia berjalan dalam posisi menunduk.
Denah lokasi bangunan ini sebenarnya sederhana, ruang tengah ada di antara kamar puteri dan tiga kamarjejer. Sementara di bagian timur ada sekat tembok yang di pakai sebagai dapur umum. Sementara bagian selatan dari sekat tembok ada satu kamar mandi tempat perempuan itu masuk.
Saat itu Puteri tidak merasa curiga, la berpikir mungkin saja pengelola lupa dengan jadwal penghuni kost sehingga ada satu diantara mereka yang tidak bekerja. Seseorang yang baru saja keluar dari kamar yang ada di tengah.
Meski puteri berpikir seperti itu namun hal ini menganggu dirinya.
Puteri melipat baju-baju miliknya sebelum berdiri untuk mengecek benarkah apa yang dia lihat ini, karena Puteri merasa janggal dengan sikap perempuan yang dia lihat ini.
Puteri mendekati kamar mandi di mana mulai terdengar suara air berkecimpuk saat seseorang menyiram dengan gayung.
Seperti tahu kehadiran Puteri suara air dari dalam kamar mandi tiba- tiba berhenti begitu saja, membuat Puteri kebingungan cukup lama.
Bagi Puteri sendiri sikapnya ini memang tidak pantas di lakukan terlebih dirinya masih tergolong baru di tempat ini.
Puteri masih menunggu.
Pintu tiba-tiba berderit terbuka di mana Puteri melihat perempuan itu membuka sedikit dari dalam melihat wajah Puteri. Akhirnya, mereka saling melihat satu sama lain. Belum terpikir bagi Puteri untuk mencari alasan saat tiba-tiba perempuan itu seperti tahu apa yang puteri lakukan.
"Mbaknya balik saja ke kamar. Nggih"
Puteri mengangguk, seperti tubuhnya dipaksa untuk menurut. la kembali ke kamar meninggalkan perempuan itu di dalam kamar mandi.
Ini adalah kali pertama puteri merasa bulukuduknya berdiri saat melihat seseorang.
Puteri tahu ada yang janggal dari penghuni di tengah kamar itu. Puteri mengunci pintu menyibak gorden lalu pergi tidur. Ia hanya berharap semua yang dia lakukan tidak akan membuat dirinya terlibat dalam hal- hal yang paling tidak dia inginkan saat dirinya jauh dari keluarga.
Suara adzhan maghrib berkumandang, Puteri tersentak dari tidurnya. la merasa linglung sebentar saat dari luar terdengar suara perempuan sedang tertawa-tawa, puteri melangkah keluar untuk melihat.
Di ruang tengah puteri mendapati dua perempuan sedang berbicara satu sama lain.
Terjadi jedah diantara mereka.
"Loh ada yang ngisi kamar ini toh, maaf ya mbak kita gak tau kalau di dalam kamar ada orangnya"
Di situlah Puteri akhirnya berkenalan dengan penghuni kost di sini sebut saja mereka Dika sama Anggi...,
Meski baru sebentar, Puteri langsung bisa akrab dengan mereka mungkin karena mereka berasal dari daerah yang sama begitu juga kesamaan nasib mereka sebagai perantau. Saat itulah keheningan tiba- tiba terasa saat dari tengah kamar Puteri melihat perempuan itu melangkah keluar.
Puteri hanya diam memandang perempuan itu yang melihat puteri dengan sorot mata menyelidik...,
"Lin sini, ini ada mbak puteri dia dari kota K*****, samping kotamu"
Perempuan itu mendekat lalu bergabung saat itulah puteri mengatakannya,
"Saya sudah bertemu kok tadi siang"
Mendengar hal itu wajah Anggi dan Dika saling melihat satu sama lain dengan ekspresi bingung,
"Bertemu gimana?"
Perempuan itu hanya melihat Puteri menunggu dia menjawab,
"la bertemu mbak, tadi di sini"
Hening.....Tiga perempuan itu melihat Puteri dengan sorot mata semakin bingung.
Puteri mencoba menjelaskan. Namun Anggi berkata kalau Elin satu shift jadi tidak ada yang di dalam rumah begitu juga Dika. Puteri awalnya berkeyakinan keras kalau dia tidak salah lihat.
Anehnya perempuan bernala Elin ini tidak memojokkan Puteri
sebaliknya dia kemudian mengajak pergi.
"Mbaknya lihat saya keluar dari kamar itu"
"Iya mbak sumpah, trus mbak Elin pergi mandi loh, malah sempet buka pintu"
Perempuan bernama Elin itu mengangguk, dia lalu mengatakan sesuatu yang membuat Puteri terkejut,
"Saya percaya dengan perkataan mbak kok.. Tapi"
"Sepertinya itu bukan saya"
Puteri terlihat bingung.
"Maksudnya bagaimana?"
"Gak papa mbak, gak usah di pikirin, pokoknya itu bukan saya cuma menyerupai saja kan."
Elin mengakhiri kalimat, ia kembali ke dua temannya lalu menjelaskan kalau Puteri memang salah lihat.
Hal ini membuat Puteri semakin merasa aneh. Hari mulai larut satu persatu perempuan itu mulai berpamitan pergi termasuk Elin yang terakhir. Sebelum ia masuk ke kamar Elin lalu berkata kepada Puteri.
"Saya mau tidur dulu ya, mbak"
Puteri mengangguk ia bersiap pergi juga, tapi aneh.....
Elin melihat Puteri dengan ekspresi mengiba,
"Mbak Puteri kalau saya tidur biasanya saya lelap sekali, suara apapun gakbisa ngebangunin kecuali waktu subuh, nggih"
Meski terdengar aneh cara bicara perempuan ini, Puteri hanya mengangguk-angguk saja. Puteri pun masuk ke kamar.
Puteri sudah mematikan lampu di kamarnya ia bergegas naik ke atas dipan ("tempat tidur"). Jam di atas meja menjadi satu-satunya suara yang Puteri dengar. Matanya mulai mengantuk perlahan-lahan saat lagi- lagi.... Akibat pintu kayu dengan engsel berkarat membuat suara ketika pintu terbuka terdengar keras...
Awalnya Puteri hanya terbangun sesaat, lalu ia kembali mencoba tidur namun suara pintu terbuka kembali terdengar seperti sengaja di perdengarkan.
Puteri membuka mata kali ini. la mau melihat...., Dengan langkah kaki perlahan Puteri membuka gorden saat di kaca jendela, ia melihat Elin.
Puteri hanya mengamati perempuan itu yang dari tadi membuka tutup pintu. Tidak ada yang dia lakukan kecuali hal itu. Hal ini terus menerus dilakukan oleh Elin seakan-akan dia sengaja melakukan hal ini.
Sampai akhirnya dia melihat ke tempat Puteri yang sedang mengintip, Puteri tersentak....
la segera menyibak tirai lalu menunduk bersembunyi di bawah jendela. Puteri cukup terkejut melihat ini seperti perempuan itu tahu bila dirinya sedang diamati. Anehnya setelah itu Puteri tak lagi mendengar suara pintu.
Hening......... Perlahan-lahan Puteri kembali mencoba mengintip.
Puteri melihat Elin yang masih berdiri di muka pintu kamarnya, melihat lurus kearah jendela tempat Puteri mengamati. Dengan wajah kosong Elin tersenyum lalu seolah-olah memberikan gestur menutup mulut. Elin melangkah mundur, masuk ke dalam kamar miliknya lalu pintu tertutup.
Hal ganjil ini terus terjadi, bahkan saat Elin shift malam bersama yang lain terkadang Puteri mendengar suara-suara aneh di dalam kamar Elin. Menyerupai suara tertawa namun nadanya ringkih.
Sialnya dari semua penghuni di sini, Puteri harus menanggungnya seorang diri.
Perlahan-lahan karena mulai terbiasa Puteri tak lagi merasa takut. Ditambah Elin terkadang memberikan pesan meski tidak secara langsung seperti mencuci kaki sebelum tidur sampai berdoa setelah naik di atas dipan.
Sampai hari itu terjadi saat pulang shift malam Puteri melihat seorang wanita tua berdiri di depan pagar pintu kost miliknya.
Puteri seperti pernah melihat wajah wanita tua itu, ia benar-benar terasa familiar,
"Nduk, nak awakmu jek diganggu mbek khodam'e cah iku, gelem a tak dudui carane ben gak onok sing ganggu maneh?" kata si wanita tua,
Namun Puteri tak menggubris ia melewati wanita tua itu...,
Puteri membasuh kakinya kemudian berjalan ke kamar saat dirinya
berpapasan dengan Anggi, wajahnya terlihat kebingungan terutama saat melihat Puteri,
"Onok opo nggi?"
("Ada apa Nggi?")
Anggi yang mungkin sudah tidak sanggup menahan lalu berkata kepada Puteri,
"Aku oleh nginep kamarmu gak?"
("Aku boleh tidur dikamarmu tidak?")
Malam itu Anggi menginap di kamar Puteri. Ada hal yang menarik perhatian Puteri adalah tangan Anggi yang tentrum. Puteri yang tidak bisa menahan diri lalu bertanya,
"Onok opo asline?"
("Ada apa sebenarnya?")
Anggi melihat Puteri dengan sorot ketakutan, ia lalu duduk menunjuk kamar Elin.
"Aku takut sama Elin"
"Kenapa to Elin?" tanya Puteri,
"Kemarin aku bertengkar sama dia, biasalah kerja trus ada masalah. Trus anak itu kaya kesal sama aku gak di ajak bicara sama sekali, trus pas itu aku lagi tidur tiba-tiba anak itu gedor-gedor pintu"
"Waktu itu kamu shift malam, trus si Dika gak pulang. Cuma aku sama Elin, takut asli aku, sampe sekarang aku gak bisa lupa suaranya"
"Suara opo?"
"Ya suara Elin"
Puteri tidak mengerti, ia menunggu Anggi menceritakannya lebih jelas,
"Elin teriak-teriak tapi suaranya beda"
"Suaranya tinggi melengking trus bilang kalau dia bakalan buat musibah sama aku, sumpah aku gak berani buka. Dia terus ngintipin aku di kaca yang ku tutup pakai gorden sampai pagi"
Puteri terdiam, ia tak bicara apapun,
"Ya sudah, besok kalian baikan saja, kerja jauh-jauh buat cari duit bukan musuh"
Anggi mengangguk, Puteri tak lagi membahas hal ini. Karena keesokan paginya ia melihat Anggi dan Elin sudah berbaikan. Mereka saling berbicara satu sama lain lagi tapi siapa sangka bila sesuatu terjadi.
Malam itu saat Puteri melewati rumah tetangganya, lagi-lagi Puteri bertemu wanita tua itu.
"Nduk mrene"
("Nak kesini")
Wanita tua itu melambaikan tangannya di dekat pohon sawo sembari menahan tubuhnya yang bungkuk. Puteri awalnya ingin melewatinya saja. Tapi cara wanita tua itu melihat membuat Puteri merinding. Sehingga tanpa sadar Puteri akhirnya menuruti perkataan wanita tua itu.
"Khodam'e cah iku asline jahat nduk, nek ambek awakmu paling mek usil tok. Mampiro nang kamare kancamu, deloken dewe trus mene putusno yo opo enake, po mok umbarno?"
("Khidamnya anak itu aslinya jahat nak, kalau sama kamu palingan cuma usil aja. Mampirlah ke kamar temanmu itu, lihat saja sendiri.... Besok putuskan gimana, apa mau kamu biarkan?")
Wanita tua itu tertawa lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Ia melihat Puteri menyeringai sembari mengangguk, tiba-tiba Puteri merasa firasat yang buruk.
Puteri sudah berdiri di pintu kamarnya berniat masuk setelah mencuci kaki. Saat dia melihat kamar Anggi di mana lampu kamarnya masih menyala, Puteri pun mendekati kamar Anggi. Tapi tiba-tiba dari kamar Elin gorden jendelanya terbuka di mana wajah Elin muncul melotot melihat Puteri.
Begitu pintu kamar Anggi dibuka, Puteri melihat temannya meringkuk di sudut dipan. Puteri mendekati bertanya apa yang terjadi, tapi Anggi lalu mendorong-dorong tubuh Puteri saat dia menyentuhnya, Anggi terus berkata...,
"Ampun Lin, ampun" teriak Anggi terus menerus,
Saat itu Puteri baru menyadari ada yang tidak beres. Saat itu juga Puteri menggedor pintu kamar Elin. Perempuan itu melangkah keluar dengan ekspresi bingung. Puteri menarik tangan Elin membawanya masuk kedalam kamar Anggi saat itu Puteri menceritakan apa yang terjadi.
Elin bersumpah dirinya tidak pernah menggedor pintu Anggi. la memang terlibat masalah berdua tapi Elin mengaku dirinya tidak merasa dendam sedikitpun. Puteri akhirnya mengatakan bahwa dirinya tahu bila dia memiliki sesuatu dari pendahulunya saat itulah Elin mengaku,
"Memang ada, tapi dia gak sampai mencelakai, aku sendiri bersumpah apa pernah dia sampai bikin kamu sakit?"
Puteri lalu menggeleng.....
"Aku kalau bisa buang pasti ku buang tapi gak bisa, bapakku sendiri yang bilang gak usah di buang karena ini bawaan lahir"
Malam itu Puteri dan Elin akhirnya tinggal di kamar Anggi. Menjaganya sampai Puteri ingat dengan pesan tetangga, wanita tua itu bisa membantu dirinya.
Keesokan paginya,.... Puteri bertamu di rumah wanita tua itu.
Seorang wanita paruh baya yang membukakan pintu, ia melihat Puteri menyelidik,
"Siapa?"
Puteri memperkenalkan diri serta niatnya bertamu ke rumah ini. Awalnya wanita itu merasa curiga karena tiba-tiba ada orang yang ingin bertemu ibunya, yang sedang terbaring sakit namun karena niatnya baik. Sehingga wanita yang memperkenalkan dirinya dengan nama mbak Nanik itu akhirnya mau mengantar Puteri bertemu dengan ibu Rismoyo.
Satu-satunya wanita tua yang ada di dalam rumah ini.
Puteri kaget bukan main melihat wanita tua itu terbaring diatas dipan dengan tubuh kurus kering. Puteri tak memperhatikan tubuhnya karena waktu itu ditutupi oleh kain sewek. Saat melihat Puteri wanita itu tiba- tiba bereaksi,
"Mrinio nduk"
("Kesini nak")
Mbak Nanik lalu melangkah pergi menuju ke dapur. Saat hanya berdua dengan Puteri di dalam kamar tiba-tiba bu Rismoyo meminta Puteri menutup pintu lalu menguncinya. Meski ini terdengar aneh namun Puteri melakukannya.
Setelah mengunci pintu...., Puteri berbalik, tapi tiba-tiba ia dikejutkan dengan ibu Rismoyo yang sudah berdiri mencengkram wajah Puteri,
"Menengo"
("Diam")
Puteri tiba-tiba merasa takut, ia begitu terkejut wanita tua ini melakukan hal ini. Ibu Rismoyo lalu menutup jendela kamar.
"Ojok sampe khodam'e cah iku krungu nduk"
("Jangan sampai Khodamnya anak itu dengar") kata bu Rismoyo berbisik,
"Awakmu mrene jalok tolong to?"
("Kamu kesini minta tolong kan?"
Puteri mengangguk,
"Ngene carane, malam jumat nang pinggire jeding kamarmu onok tekel nomer siji, iku bongkaren gok jerone onok botol isi kertas, jupuken kertase trus bukaken..."
"Wocoen sing banter, koen gak bakalan di jarak maneh ambek khodam iku, omah iku bakalan aman tentram"
("Begini caranya, malam jumat nanti di sebelah kamar mandi ada keramik nomer satu, bongkar isinya, di dalamnya ada sebuah botol berisi kertas, ambil lalu buka....") dan baca yang keras)
("Baca yang keras, kamu dan temanmu tidak akan lagi di ganggu oleh khodam anak itu, rumah itu akan menjadi aman tentram")
Bu Rismoyo menyeringai, sebelum kembali ke atas dipan. tTiba-tiba mbak Nanik mengetuk pintu membuat Puteri terlonjak terkejut di buatnya, Puteri pun segera membuka pintu.
Mbak Nanik terlihat murka untuk apa Puteri mengunci pintu di tambah jendela juga. Sehingga kamar ini kekurangan cahaya, namun Puteri berdalih bila bu Rismoyo yang menyuruh dirinya. Bahkan dia sempat berdiri disini dengan dirinya, mbak Nanik melihat Puteri dengan wajah curiga..,
"Mana mungkin, ibu sudah gak bisa jalan setahun ini"
Puteri yang mendengar hal itu mengatakan bila dirinya pulang bekerja shift malam dia sering melihat bu Rismoyo berkeliaran. Namun mbak Nanik justru berkata bila Puteri berbohong, Puteri pun pergi dengan perasaan bingung.
Sudah dua hari Anggi mengajukan surat cuti, dia memilih pulang seperti saran yang di berikan Puteri tempo hari. Dika dan Elin
berpamitan karena malam jumat ini mereka mendapat giliran shift malam.
Setelah mereka pergi, Puteri meraih linggis yang dia sembunyikan pagi ini.
Mencari letak di mana bu Rismoyo memberitahunya. Ia pernah
mendengar mungkin saja ini adalah akar masalahnya karena bangunan ini memang terasa janggal. Dengan mengikuti perkataan ibu Rismoyo mungkin Puteri bisa membuat tempat ini menjadi lebih baik setidaknya itu yang ia pikirkan.
Puteri mulai membongkar di tempat yang dia pikir benda itu disembunyikan. Berbekal linggis ia mulai menghantamkannya, mencungkil sedikit demi sedikit. Sampai dia menemukan setatah rajut dari kain dimana didalamnya terdapat sebuah botol berisikan kertas yang di lipat dengan seikat tali.
Ada sesuatu yang Puteri rasakan saat menyentuh botol itu. la tak mengerti tiba-tiba suasana rumah ini terasa lebih sunyi, lebih dingin dari biasanya. Puteri membuka botol meraih kertas yang di lipat, perlahan-lahan ia menarik seutas tali yang melingkari kertas yang tak terlalu besar.
Kertas itu terlihat tua berwarna kekuningan. Di dalam kertas tersebut, Puteri menemukan tulisan tangan berbahasa Arab, rupanya itu adalah Isim...,
la pernah mendengar tentang Isim dan Rajah, itu seperti surat yang menggunakan bahasa arab yang biasa di gunakan untuk jimat lama.
Puteri tak berani membaca kertas itu. la tahu ada yang salah dengan ini, saat dari belakang ia merasa sesuatu mengawasi dirinya. Puteri melihat ruang tengah yang kosong seakan-akan dirinya mendengar langkah kaki. Namun tak ada siapapun sebelum sesuatu melintas dengan cepat, lenyap............
Dari dalam kamar Puteri terdengar rintihan suara wanita yang sedang menangis. Begitu pilu hingga tanpa sadar Puteri melangkah perlahan- lahan mendekati kamarnya. la tahu ada sesuatu didalam sana, siapa...?
Bukankah dia sendirian didalam rumah ini.
Puteri membuka pintu, namun ia tak menemukan siapapun. Apakah dirinya salah mendengar. Namun dari kamar tempat Elin tidur tiba-tiba suara pintu berderit terbuka terdengar, membuat Puteri melihat sesuatu yang ada di dalamnya.
Sesuatu, berdiri didalam kegelapan kamar melihat dirinya.
Sebelum Puteri mendekat suara itu kembali terdengar,
"Mbak"
"Mbak yu"
Puteri kembali melihat kedalam kamarnya, ia mencari dimana suara itu berasal saat..
"Aku nang duwor mbak, iyo duwormu"
Puteri mengangkat kepalanya saat di atas ia melihat wajah wanita melihat Puteri, melotot...
Tidak ada yang tahu apa yang di lakukan Puteri, tidak ada.
Karena saat Dika dan Elin sampai di rumah tidak ada apa-apa, tapi Elin merasakan hal lain.
Saat pertama Elin menginjakkan kaki di lantai kost dia sudah merasa aneh, udara di dalam kost terasa anyep (hambar) tidak nyaman.
Tetapi Elin tidak mau mengatakan hal ini kepada Dika, karena takut Dika salah presepsi dengan apa yang Elin rasakan. Namun sepertinya tak lama bagi Dika untuk menyadari keanehan ini karena saat mereka menuju ke kamar masing-masing, di ruang tengah mereka menemukan Puteri.
Puteri duduk di atas lantai diantara meja dan kursi dengan piring berisikan nasi yang lembek seperti di masak dengan serampangan, tidak matang.
Puteri terus menyuap nasi yang terlihat seperti muntahan itu dengan tangan kosong. Dika dan Elin merasa mual saat melihat Puteri.
Dika yang terkejut, lalu bertanya kepada Puteri. Tapi, perempuan itu tidak menjawab sama sekali.
Elin akhirnya berjongkok mengambil piring itu dari hadapan Puteri. Reaksi perempuan itu adalah melotot, memandang Elin dengan sorot meremehkan.
Elin merinding saat Puteri memandanginya.
Elin meninggalkan Puteri, sementara Dika yang tidak tahu apa-apa lalu masuk kedalam kamar, mengunci pintu.
Disitulah Elin menemukan satu keramik seperti tercongkel, tapi Elin tidak berpikir apa-apa. Ia meletakkan piring lalu kembali ke kamar, Puteri sudah tidak ada di ruang tengah.
Elin melangkah masuk kedalam kamar mengunci pintu. Tapi perasaannya tidak tenang, la memandangi kamar Puteri dari jendela, gelap sekali. Meski hari belum siang tapi belum pernah Elin merasa segelap ini di dalam kamar Puteri. Elin masih belum tahu apa yang terjadi dengan temannya.
Sampai akhirnya ia baru saja menyadari di samping kamar Puteri. Tepatnya kamar kosong yang belum ada penghuninya. Tepatnya digorden ada wajah seorang kakek tua memandangi Elin.
Sontak perempuan itu berkilah dan menutup rapat-rapat jendela. Elin mulai sadar, di dalam kost ini berbeda.
Setelah shift malam Elin berniat istirahat sebentar, dia melangkah keatas ranjang. Saat tubuhnya menempel tepat di atas dipan, Elin langsung merasakan bahwa dirinya tak lagi sendirian di tempat ini. Dari celah pintu almari seperti ada yang mengawasi dirinya, Elin mulai merasa cemas.
Elin ingat petuah bapak, manusia itu sensitif tapi tidak semua bisa memaksimalkan kesensitifan ini. Saat seseorang sendirian tapi merasa bahwa ada yang mengawasi hal ini benar adanya, artinya tak jauh dari orang tersebut sebenarnya sesuatu sedang mengintai, menunggu...
Elin membongkar isi tasnya, ia mencari di mana terakhir menyimpan benda itu. Semakin lama suasana di dalam kamar semakin intens. Terasa penuh namun udaranya begitu hambar, sangat tidak menyenangkan untuk ditinggali.
Setelah Elin mencari membongkar tumpukan pakaian akhirnya ia menemukan benda itu.
Tasbih yang di buat dari biji salak..., Elin segera berdzhikir di atas dipan tempatnya duduk. Membaca ayat-ayat yang dia hafal agar
menenangkan dirinya, setidaknya itu yang Elin harapkan. Namun
belum berhasil Elin menenangkan diri, pintu yang sudah di kunci tiba- tiba terbuka dengan sendiri.
Elin berhenti sebentar namun jari jemarinya masih memutar tasbih biji salak. Saat itulah tidak ada angin, pintu yang terbuka menutup lagi. Namun menimbulkan suara berdebam yang sangat keras. Hal ini di susul dengan jeritan suara dari kamar Puteri, Elin hanya bisa tercengang mendengarnya.
Elin pergi keluar, di sana dia melihat Dika yang sudah berganti pakaian. Mereka saling berpandangan satu sama lain, sebelum yakin menuju ke kamar Puteri bersama-sama. Dika berjalan di belakang Elin yang perlahan-lahan mendorong pintu..., Di sana mereka melihat Puteri yang sedang tidur.
Mereka yakin mendengar suara Puteri menjerit, namun nyatanya perempuan ini sedang tertidur lelap. Aneh..., karena tidak ada orang lain yang ada di dalam sini kecuali mereka bertiga.
Saat itulah Puteri membuka mata lalu duduk di atas dipan, Puteri menunduk dengan rambut berantakan.
Elin akhirnya yakin setelah sebelumnya dirinya hanya merasa curiga. Yang pertama Elin lakukan adalah mendekati Puteri perlahan-lahan lalu menepuk bahunya,
"Asmane sinten?"
("Namanya siapa?")
Puteri tak langsung menjawab, ia hanya menyeringai...,
Dika melihat kearah dua temannya, bingung...
Bapak pernah bilang, setan tidak akan berbohong saat di tanya. Mereka menyesatkan namun menghindari sebuah kebohongan. Begitu juga dengan apa yang Elin lihat saat ini.
Puteri tidak menjawab pertanyaan, ia menghindari pertanyaan itu dengan tertawa cekikikan, membuat Elin merasa ngeri.
Elin menyuruh Dika mengambilkan air putih. Saat Dika pergi mengambil air, Puteri melihat Elin,
"Ojok mok ulangi maneh yo, sing mok lakokno iku ra onok gunane" ("Jangan di ulangi lagi ya, yang kamu lakukan itu gak berguna")
Dika kembali dengan segelas air yang langsung diberikan kepada Elin..., Elin meminumkan air putih itu kepada Puteri lalu perempuan itu tiba- tiba menjadi tenang. Ia kembali tidur, Elin lalu pergi keluar.
Dika sudah siap dengan banyak pertanyaan saat Elin mendekati kamar kosong itu. la mencium aroma kembang yang menyengat dari kamar itu.
Elin berusaha melihat apa yang ada di dalam sana, namun tertutup oleh gorden.
Dengan perasaan tidak tenang, Elin lalu berata kepada Dika,
"Puteri kerasukan"
Elin menjelaskan di belakang Puteri ada perempuan rambutnya panjang menjilati rambutnya. Dika hanya menggeleng tak percaya.... Ada batasan saat manusia tanpa sengaja melihat makhluk seperti itu adalah saat dua-duanya sedang sial. Tapi berbeda bila mereka sengaja menunjukkan wujudnya apalagi bila bukan mengancam. Hal ini yang di takutkan Elin sehingga dia memutuskan keluar siang-siang buta itu...,
Elin berkata kepada Dika agar dia menjaga Puteri sebentar. Dia akan kembali dengan pengelola, dan menceritakan semuanya.
Dika awalnya bingung sampai dia menyadari, dia sendirian di rumah ini dengan Puteri yang bersikap aneh. Namun Dika mencoba untuk tenang sebelum..., Pintu kamarnya terbuka.
Dika menuju ke kamarnya karena sekilas ia melihat seorang anak kecil seperti melintas di ikuti suara ranjang berdencit seperti diinjak-injak oleh seseorang. Namun tubuhnya mendadak merasa lebih dingin dari sebelumnya saat melihat Puteri.
Saat Dika melewati pintu kamar ia tak menemukan apapun, hanya kamar kosong. Merasa tenang Dika berniat kembali ke tempat Puteri. Namun sebelum dia menutup pintu kamar, matanya menangkap sepotong tangan bersembunyi di atas almari yang kemudian lenyap begitu saja..
Dika yang merasa bahwa Elin benar, lalu berlari menuju pintu keluar.
Di saat ia melihat Elin sudah datang dengan wanita pengelola. Elin mengajak wanita itu masuk cepat-cepat. Dika mengikuti dari belakang. Pintu kamar tempat Puteri berada dibuka, mereka melihat Puteri menatap mereka semua.
"Onok opo?" tanya Puteri kepada mereka,
Pengelola itu mendekat, menyentuh kening Puteri,
"Gak papa, kerasukan opo? ojok aneh-aneh"
("Gak apa-apa, kerasukan apa?!! Jangan macem-macem") kata si pengelola kepada Elin,
Puteri berniat turun dari ranjang namun tubuhnya hampir saja kehilangan keseimbangan,
Pengelola mengatakan kepada Elin bila Puteri hanya sakit biasa gak ada hubungannya dengan apa yang Elin katakan. Meski tidak yakin Elin
tidak dapat berbuat apa-apa. Dika pun memilih hanya diam, menemani Puteri di kamar.
Siang ini harusnya Puteri bekerja namun sepertinya ia ijin,..
Langit mulai gelap....., Suara adzhan maghrib baru saja berkumandang, Dika dan Elin duduk di ruang tengah. Entah keberapa kali mereka
melihat kamar Puteri. Lampu di dalam kamarnya tak kunjung menyala sejak siang tadi setelah minum obat, membuat dua perempuan ini was- was.
Setelah menunggu, akhirnya Elin tidak sabar ia berdiri menuju ke kamar Puteri mengetuk pintunya. Dari dalam terdengar suara Puteri menyuruh Elin masuk, Dika hanya mengawasi dari jauh. Saat itu lagi- lagi Dika mendengar suara kecipuk saat kaki menyentuh keramik diikuti suara anak-anak.
Hanya suara-suara yang sangat pelan. Seperti suara anak-anak sedang bermain.
Dika lama menunggu Elin kembali. Padahal Dika sudah ingin pergi mandi, yang membuat perempuan ini akhirnya acuh. Ia berjalan menuju kamar mandi seorang diri.
Dika sudah menutup pintu kamar mandi. Suara air yang keluar dari pancuran adalah satu-satunya suara yang Dika dengar. Kamar mandinya kecil dengan satu bak plastik besar. Di atas tembok ada balok untuk ventilasi dimana Dika bisa melihat daun pohon pisang...,
Malam ini angin berhembus masuk,....
Gayung berisi air perlahan membasuh kepala Dika hingga badan. Airnya segar namun beraroma anyir. Namun Dika tak menemukan keanehan apapun selain air bening yang keluar dari pancuran. Dika menggosok tubuhnya dengan sabun saat suara orang menangis tiba-tiba terdengar ditelinganya,
Suaranya pelan nyaris tak terdengar, arahnya dari balik tembok. Namun Dika meyakinkan diri di belakang hanya ada kebun pisang milik tetangga. Mana mungkin ada orang menangis..., Namun Dika menjadi ingat sesuatu bila mendengar suara pelan ang tak ada wujudnya bisa saja itu...
Dika tak memperdulikan, ia cepat-cepat mengguyur tubuhnya lagi. Namun aroma anyir semakin tercium di hidungnya saat Dika tanpa sengaja melihat ke lubang ventilasi. Dimana dia melihat wajah seorang wanita tua, melirik menatap dirinya.
Dika berteriak.
Berbekal handuk untuk menutupi tubuhnya Dika berlari keluar. la bertemu dengan Elin dan Puteri yang berwajah pucat, wajah mereka tampak terkejut melihat Dika.
Dika tidak tahu kenapa wajah mereka tampak seperti itu, saat itu juga Elin mengatakannya,
"Getih"
("Darah")
Dika melihat sekujur tubuhnya saat itu, ia baru saja bermandikan darah. Puteri menjerit memalingkan wajah saat mereka menyadari sesuatu mendekat. Seorang wanita tua yang Dika lihat berjalan mendekat. la menyeret satu kakinya, Puteri menyebut sebuah nama,
"Bu Rismoyo, itu orangnya Lin"
"Ra popo, aku gak njarak"
("Tidak apa-apa, aku gak niat mencelakai kok")
Dika melangkah mundur, berdiri bersama yang lain. bu Rismoyo
mendekat lalu bertanya,
"Nang ndi kertas'e nduk?"
("Di mana kertasnya nak?")
Wanita tua itu melihat Puteri, namun perempuan ini terlalu takut.
Elin lalu membujuk Puteri, di mana dia menyimpan Isim itu. Benda seperti itu tidak baik bila di simpan. Puteri masih tak berani menatap wajah bu Rismoyo, namun dia mencoba mengingat-ingat, sampai Puteri akhirnya ingat di mana kali terakhir dia menyimpan benda itu. Didalam perutnya...
Bu Rismoyo yang mendengarnya lalu tertawa cekikikan...., Dia lalu berbalik mundur...,
Elin yang melihatnya segera menghentikannya. Ia bertanya apa maksudnya ini, dengan sorot mata melotot bu Rismoyo lalu melihat keseluruhan ruangan sambil menyeringai,
"Wes rame! Turuo bareng ae nduk"
Tapi anehnya bu Rismoyo sempat melihat kamar kosong itu cukup lama sembari mengedah-ngedahkan kepalanya, lalu pergi dengan menyeret satu kakinya. Elin lalu menarik Puteri dan Dika menuju ke kamarnya.
Bu Rismoyo pergi lewat pintu belakang, meninggalkan mereka bertiga. Di dalam kamar Elin, mereka bertiga sudah mengenakan rukuh..., Wirit semalaman sedangkan di luar kamar terdengar suara seperti seseorang saling berbicara satu sama lain. Puteri menghentikan wiritnya, namun Elin yang tahu akan hal itu segera menegurnya, ia bilang cuma malam ini.
Malam semakin larut, suara orang sudah menjadi suara benda-benda yang berjatuhan. Elin bilang untuk tak ada satupun dari mereka yang membuka mata. Karena setelah ini gangguannya semakin hebat. Puteri serta Dika hanya mengangguk. Hanya Elin yang melanjutkan, namun Puteri mulai goyah.
la mendengar bisikan dari seorang wanita yang meminta tolong, lembut sekali suaranya. Ia memohon agar Puteri membantu dirinya.
Udara sangat dingin, Elin saja belum pernah semerinding ini. Puteri semakin lama mulai penasaran, suara siapa yang berbisik di telinganya.
Orang jawa mengenal dengan nama Jalayatan yang berarti singgah. Hal ini yang Elin lakukan. Mereka bertiga singgah untuk pamit.....
Elin membawa Puteri dan Dika untuk masuk ke dunia mereka sebelum
pergi lalu menutup semuanya, sehingga mereka tak lagi sama-sama melihat. Namun Puteri..
Putri tidak kembali...,
Puteri melihat langit-langit, pandangan matanya kosong. Hal ini terjadi bahkan saat Elin menepuk pipinya berulang-ulang kali.
Saat itu terjadi Dika tak lagi merasakan suasana mengerikan itu lagi, seakan lenyap. Hanya Puteri seorang yang menjadi aneh...,
Semalaman mereka tidak tidur, menjaga Puteri.
Pagi ini Elin berniat mau kembali ke pengelola. Saat dia melangkah keluar pintu, saat itulah pak RT datang dengan seorang lelaki tua berpakaian putih, melihat Elin sembari mengelengkan kepala.
Puteri di gendong pak RT, ia di bawa ke kamar bu Rismoyo. Sementara orang berpakaian putih itu berbicara dengan mbak Nanik yang seperti marah-marah. Elin melihat bu Rismoyo, melihat anak-anak perempuan itu dengan ekspresi datar berbeda sekali dengan saat malam itu.
Setelah terjadi dialog, orang itu pergi masuk ke kamar bu Rismoyo bersama Puteri yang hanya bisa bengong saja. Elin dan yang lain menunggu di luar.
Sesuatu sedang di lakukan, cukup lama hampir seharian. Saat lelaki itu keluar untuk memarahi Elin,
"Gak semua orang bisa kaya begitu...., Bila jadi kamu lebih baik pergi ke kost teman cuma semalam saja, daripada nekat kaya begitu. Untung temanmu gak sampai hilang"
Elin tahu, apa yang di lakukannya beresiko. Namun saat itu kepalanya sudah buntu, ia terpaksa melakukannya.
Lelaki itu menunjukkan Isim Rajah yang entah bagaimana bisa keluar dari perut Puteri. Rupanya lelaki itu dulu memang sengaja
memendamnya di dalam rumah, hanya untuk memancing padur dari anak si Ibu yang bersemayam di tubuh bu Rismoyo.
Sekarang tak ada lagi yg perlu di khawatirkan,
Ibuk dan anak sudah di ikat, rumah itu masih ada penghuninya. Namun tak seusil apa yang di pegang lelaki itu.
Lelaki itu juga mengatakan bahwa mereka sudah bisa kembali menempati rumah itu. Hanya saja ada satu kamar yang tak boleh di buka, kamar kosong itu...
Elin bertanya perihal isi di dalam kamar kosong itu. Si lelaki tak keberatan menjawab..., Itu adalah rumah beraung saat tempat ini masih menjadi Omah Jejer Telu. Tidak bisa di usir, tidak menganggu asal tidak di ganggu. Lelaki itu akan menjelaskan hal ini sama pengelola...
Lelaki itu juga menjelaskan kepada Puteri setelah dia siuman. Namun seperti yang Dika katakan, ada tempat kost lain yang lebih dekat dengan pabrik kertas sehingga mereka bertiga akhirnya sepakat tetap pindah.
Hal ini di ceritakan dari mulut ke mulut,menjadi semacam cerita di desa saya.
Namun sebelum mengakhiri cerita ini, saya akan beritahukan rumah itu masih di tinggali dan masih menjadi tempat kost yang ramai walaupun sempat sepi.
Karena sepeninggalnya tiga perempuan itu, satu perempuan kembali, namanya Anggi,
Anggi menjadi satu-satunya perempuan yang tidak tahu akan hal ini...,
Terima kasih.