PANGGON

 


PANGGON




CeritaHororRumahJalu

Saya ingat saat itu saya duduk dibangku SMP saat pertama kali saya mendengar cerita ini dari teman dekat saya, yang mana kejadiannya terjadi pada saat saya menginjak bangku SD alias pengalaman teman saya ini sudah dia pendam selama kurang lebih 3 sampai 4 tahun yang lalu.
Teman saya ini, panggil saja dia Agung,... Dulu.. saat SD, bersekolah di sekolah Islam yang mana dia punya sahabat, seorang anak dari keluarga kaya raya, juragan dari penjual bahan-bahan bangunan, yang cukup punya nama di kota tempat saya tinggal dulu.
Cerita dimulai saat suatu hari, Agung harus menjadi murid yang pulang paling terakhir dikarenakan Agung yang saat itu belum bisa menghafal salah satu surat pendek yang menjadi kewajiban bagi setiap murid yang bersekolah di SD Islam ini.
Saat Agung sedang berjalan pulang melewati gerbangsekolah, langkah Agung terhenti saat mendengar namanya dipanggil oleh seseorangyang ternyata sejak tadi berdiri sendirian menunggu jemputan.
Namanya Arif, salah satu murid yang paling mampu di sekolah ini.
Agung pun mendekati Arif lalu bertanya, kenapa dia belum juga pulang padahal hari sudah sangat siang.
Arif hanya menggelengkan kepala, ia berujar mungkin ART yang seharusnya menjemput dirinya ketiduran atau belum sempat datang karena pekerjaan lain.
Arif pun lalu meminta Agung untuk menemaninya ke salah satu wartel yang paling dekat dengan sekolah karena pada tahun itu Hp masih menjadi salah satu barang yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Agung pun akhirnya menemani Arif, ke sebuah wartel tempat orang biasa menggunakannya.
Singkat cerita,...
Semenjak kejadian itu, Arif menjadi semakin dekat dengan Agung, banyak hal yang tidak biasanya Arif bagi dengan orang lain, tapi Agung mendapatkannya,... Dan hal ini cukup membuat Agung merasa senang bergaul dengan orang yang memiliki strata ekonomi yang berbeda dengannya.
Singkatnya, suatu ketika Arif mengundang Agung untuk datang ke rumahnya,... Sebuah rumah di kawasan orang-orang berada, di mana Arif mau menunjukkan PS 1 yang pada saat itu menjadi barang yang paling diinginkan di kalangan anak-anak,... Dan tentu saja Agung langsung menyetujui tawaran itu.


Sepulang sekolah, berangkatlah Agung ke rumah Arif menggunakan sepeda buntut pemberian ibunya, yang mana ini menjadi kali pertama bagi Agung sendiri untuk mengunjungi rumah Arif yang sudah dikenal luas sebagai pemilik salah satu rumah mewah di sekolahnya itu.

Dan benar saja, rumah Arif memang besar dan luas, persis seperti apa yang dikatakan oleh teman-teman sekelasnya.

Untuk ukuran tahun itu, memiliki rumah 2 tingkat saja sudah dianggap mewah apalagi jika rumah itu memiliki 3 tingkat, sungguh Agung hanya bisa terkagum-kagum.

Tapi, meskipun rumah itu besar dan luas, seperti juragan bahan bangunan pada umumnya, di bagian depan rumah ada semacam Toko besar yang langsung terhubung dengan rumah utama tempat transaksi jual beli bahan bangunan,... Tidak ada yang istimewa dengan hal ini, dan kebanyakan diisi oleh orang-orang yang bekerja di toko bangunan milik Arifini.

Arif pun mengajak Agung masuk, setelah bocah itu memarkirkan sepedanya di garasi tempat mobil dan motor Arif berjejer di sana.

Di dalam rumah yang besar dan megah itu, Agung melihat banyak sekali pintu, dari garasi ke ruang utama saja, jika tidak salah hitung, Agung sudah melihat 6 hingga 7 pintu yang tidak diketahui isi dari ruangan- ruangan itu.

Agung sendiri juga tidak ingin bertanya perihal itu, karena ia datang ke rumah ini hanya untuk sekedar bermain PS 1.

Singkat cerita, siang itu menjadi hari yang menyenangkan bagi Agung, bisa merasakan PS 1 yang saat itu masih menjadi barang yang mewah.

Namun ada sedikit kejadian yang aneh, di mana sewaktu Agung dan Arif sedang bermain PS, tiba-tiba dari arah belakang muncul seorang wanita bertubuh gemuk dengan wajah pucat dan rambut berantakan memanggil nama Arif dengan kosakata yang malas atau lemas,...

Saat melihatnya Agung cukup terkejut karena sosok itu tampak cukup mengerikan dengan bentuk tubuhnya.

Arif pun lalu berdiri dan berjalan menuju ke sosok wanita itu sembari bersikap layaknya seorang anak kepada ibunya.

"Nggih Bu"

("lya Bu") kata Arif saat sudah berdiri di depan wanita itu.

Sosok wanita itu beberapa kali melihat Agung dengan tatapan tidak bersahabat,... la juga tampak tidak suka dengan kehadiran Agung di dalam rumah itu dan yang paling menjengkelkan, sosok Wanita itu membisik ditelinga Arif yang mana Agung masih bisa mendengarnya.

Kurang lebih bisikannya terdengar seperti ini.

"Iku sopo?" ("Itu siapa?")

"Kok muk jak mrene?" ("Kok kamu ajak kesini?")

"Kongkonen muleh?" ("Suruh dia pulang?")

"Koen gak butuh konco" ("Kamu tiak butuh teman")

Semua ucapan wanita asing itu semuanya membuat Agung merasa tidak nyaman.

Tapi dari semua kata-kata yang menyakitkan itu, ada satu kata di mana Arif bersikeras bahwa dia hanya ingin bermain dengan teman

sekelasnya yang dijawab dengan sebuah peringatan.

"Yowes, jam 3 kongkon muleh,... Trus nek nang omah iki, jok olehi cah iku munggah nang lantai dukur yo"

("Ya sudah, jam 3 suruh dia pulang.... Terus kalau di rumah ini, jangan perbolehkan anak itu naik ke lantai atas ya")

Arif mengangguk.,... la berjanji tidak akan pernah membawa temannya ini naik ke lantai atas di rumah ini.

Kurang lebih sudah 2 bulan-an, Agung selalu datang dan bermain PS1 di rumah Arif ini,... Tapi pada suatu ketika, entah karena lupa atau apa, Arif mengajak Agung naik ke lantai 2 yang saat itu membuat Agung sedikit tertegun dan ingat, kalau ibunya Arif bukankah melarang dirinya ke sana.

Tapi Arif membantah,... Iya memang ibunya saat itu melarang Arif membawa Agung ke lantai atas tapi itu rupanya terkhusus untuk lantai 3 saja bukannya lantai 2,... Lagi pula selama ini kamar Arif rupanya ada di lantai 2 jadi semua ini masih tergolong aman.

Tapi entah kenapa Agung merasa tidak nyaman.

Tapi memang sifat dasarnya Arif yang suka memaksa akhirnya membuat Agung tidak punya pilihan lagi,... Maka dia pun terpaksa ikut dan menapaki anak tangga.

Saat kakinya menjelajah anak tangga, Agung sempat melihat ke ruangan atas, dan entah kenapa suasananya benar-benar berbeda.

Seperti jauh lebih dingin dan lembab,... Selain ituseluruh tempat tampak sunyi dan senyap seperti hanya ditinggali oleh beberapaorang saja.

Disepanjang jalan, Arif mengajak Agung bicara, tapi bocah itu lebih memilih merasakan jika bulu kuduknya berdiri.

Di lantai 2, tepatnya di depan kamar Arif, ada sebuah sofa mewah yang sepertinya memang sengaja dibuat untuk bersantai,... Di sana Arif memamerkan mainan-mainan miliknya yang dia ambil dari dalam kamarnya, tapi Agung masih saja merasa tidak nyaman berada di tempat ini.

Tapi Agung berusaha menyembunyikan ketidaknyamanannya ini dan tetap ikut bermain bersama Arif,... Hingga dititik, Arif dan Agung mendengar suara panggilan ibunya dari lantai bawah.

Arif pun berdiri dan bersiap untuk turun, namun sebelum bocah itu menapaki anak tangga,....

Arif lalu berbalik dan menatap Agung sembari berkata kepadanya.

"Gung, tetep nang kene ya, ojok gok ndi-ndi.."

("Gung, tetap di sini ya, jangan kemana-mana..")

Arif pun pergi,...

Kini tinggal Agung sendiri yang berada di tempat ini, beberapa kali entah kenapa dia merasa kalau di lantai 2 ini, dia tidak sedang sendirian,...

Masalahnya, hawa keberadaan itu tidak bisa dilihat oleh matanya sendiri, bahkan di sudut-sudut kamar, Agung seperti melihat bayangan atau sekedar kepala manusia sedang mengintip dan menatapnya.

Sebenarnya Agung sudah berniat untuk turun dan menyusul Arif tapi entah kenapa kakinya terasa berat untuk meninggalkan tempat ini,.. Hingga pada akhirnya di saat Agung sudah mulai tidak sanggup berada di lantai 2 itu,... la mendengar suara hentakan kaki dari anak tangga. Arif pun tiba,...

Arif kemudian meminta maaf kepada Agung karena sudah meninggalkan dirinya sendiri di tempat ini, sembari ikut bermain bersama Agung.

Ditengah-tengah permainan itu, tiba-tiba Arif bersikap aneh dengan

menatap lantai 3 yang otomatis membuat Agung ikut menatap ke sana.

Memang dari tempat itu, Agung bisa melihat sudut lantai 3 termasuk pembatas lantai yang terbuat dari kayu jati itu.

Agung sempat merasa heran dengan sikap Arif yang kemudian dia melihat bocah itu berdiri lalu mengatakan pada Agung untuk membawanya ke lantai 3.

"Nang nduwur yuk, gok kunu onok kandang manuk e Bapak ku,... Manuk e apik-apik"

("Keatas yuk, di sana ada kandang buruk peliharaan Ayahku,... Burungnya bagus-bagus")

Agung sempat terdiam saat mendengarnya, tapi Arif yang saat itu berdiri di hadapannya mengulurkan tangan kepadanya.

Agung sebenarnya sempat menolak dan mengingatkan Arif dengan pesan ibunya dulu,... Tapi Arif berkata kalau tidak ada apa-apa di rumah ini dan apa yang dikatakan oleh ibunya dulu cuma sekedar peringatan yang biasa.

Setelah berbagai alasan, Agung tidak bisa menolak lagi,... la pun setuju.

Maka naiklah Agung dan Arif,... Mereka berdua menapaki anak tangga menuju ke lantai 3,...

Di sana, suasana yang sebelumnya dingin dan lembab semakin kentara dan membuat Agung bergidik merinding.

"Gak popo, nang nduwur onok kamar e mas ku"

("Tiak apa-apa, di atas ada kamarnya Kakakku")

Saat mereka menginjak anak tangga terakhir, apa yang dikatakan Arif rupanya benar,... Ada sangkar burung yang sangat besar berisikan burung perkutut yang dilepas di sebuah kurungan dari pagar kawat tempat burung-burung itu bisa beterbangan ke sana kemari.

Selain itu tempat ini juga memiliki banyak kamar yang keseluruhan pintunya tertutup dengan sofa-sofa yang tak kalah lembut dengan sofa di depan kamar Arif tadi.

Rupanya rumah ini memang besar dan luas dan memiliki banyak sekali kamar-kamar yang mungkin tidak terhitung jumlahnya.

Agung tak henti-hentinya melihat burung-burung perkutut itu, ia suka melihat bagaimana burung itu bersembunyi di rumah-rumah kayu kecilnya,... Ada yang sedang mematuk jagung, ada yang sedang berdiri di dahan ranting buatan.

Saat Agung sedang menikmati momen itu, Agung sempat melihat ada satu kamar dengan kaca hitam besar di jendelanya,... Dari dalam terpantul cahaya TV yang berarti ada orang di dalamnya.

Tahu kalau Agung sedang mengamati tempat itu, Arif pun berkata kalau itu kamar kakaknya,... Dia sedang di dalam dan menonton TV.

Tak lama berselang, Arif kemudian pamit,... Dia mau menggunakan kamar mandi yang ada di sudut di samping kamar Kakaknya.... Dia bilang kalau perutnya sedang mulas,...

Agung pun mengangguk dan membiarkan bocah itu ke kamar mandi yang ada di samping kamar Kakaknya.

Saat Arif sudah meninggalkan tempat Agung.... Agung tersadar akan sesuatu,...

Di mana dia melihat rupanya, jauh di dalam lorong di lantai 3 ini, ada satu kamar yang tampak gelap dengan lampu hidup mati hidup mati yang membuat Agung menjadi penasaran,... la pun mendekat menuju ke lorong itu.

Sekali lagi, saat Agung sedang berjalan ia melihat kaca hitam tempat kakak Arif sedang menonton TV,... Memang Agung tidak bisa melihat dengan jelas kakak Arif karena kaca itu berwarna terlalu gelap,... Hanya pantulan cahaya TV yang terlihat dari luar,... Agung pun melewatinya.

Sementara di lorong tempat Agung menuju, lampu pijar itu masih hidup mati, hidup mati seperti terjadi korsleting....

Hanya tinggal beberapa langkah saja untuk Agung bisa melihat ruangan disudut itu yang rupanya tampak berbeda dengan ruangan-ruangan yang lain, terutama di bagian pintunya.

Entah kenapa, Agung melihat kalau pintu ruangan itu tampak seperti pintu yang baru saja terbakar,... Yang mana dipinggir-pinggir bagian terlihat kayu jati yang dipakai sudah menjadi arang, selain itu tembok- tembok bercat putih itu dipenuhi jelaga hitam yang menunjukkan kalau ruangan itu memang seperti baru saja terbakar.

Namun Agung yang sudah kadung penasaran terus melihat tempat itu, sampai dia menyadari kalau pintu itu sempat bergerak meski pun hanya sedikit saja.

Iya, pintu itu seperti baru saja di buka pelan dari dalam yang membuat Agung cukup terkejut.

Merasa kalau ada yang salah dengan tempat ini, Agung berniat untuk kembali,... Bulu kuduknya berdiri dan bocah itu berjalan sangat cepat untuk meninggalkan lorong itu,... Untungnya cahaya TV dan suara samar-samar TV dari dalam ruangan Kakak Arif bisa membuat Agung sedikit tenang,... Sebelum.....

Sebelum, selintas saat melewati sofa-sofa yang ada disekat seberang ruangan, Agung melihat seseorang.... Seperti seorang wanita berambut panjang berwarna hitam dan mengenakan gaun putih sedang duduk di sana dan membelakanginya. Agung terdiam sejenak, ia tidak mengenal siapa wanita ini.

Tapi Agung tidak berani bertanya, selain itu ada kejadian aneh lain yang mana Agung merasa burung-burung perkutut yang ada di sana tampak bersikap aneh,... Burung-burung itu berterbangan dan berkali-kali

menghantamkan tubuhnya ke pagar kawat itu, seolah burung-burung itu ketakutan.

Tak berselang lama, mata Agung kembali pada sosok yang ada di sofa itu,... Tapi anehnya, sosok itu lenyap, menghilang begitu saja,... Membuat Agung tentu saja hanya bisa terdiam sembari berpikir apakah yang baru saja dia lihat itu nyata, namun semua tidak berhenti sampai di sini.


Agung yang sudah mulai merasa tidak nyaman dengan lantai 3 ini, lalu berjalan mendekati pintu tempat Arif tadi masuk,... la mengetuk pintu itu sembari memanggil-manggil nama temannya namun anak itu tak kunjung keluar dari dalam sana,... Karena kesal, Agung membuka handle pintu, dan menemukan kalau ruangan itu ternyata kosong....

Hal ini tentu saja membuat Agung tampak shock,... la pun mulai melangkah pergi, berniat turun sendirian ke lantai bawah,... Tapi baru juga berjalan tiba-tiba pintu kamar Kakak Arif terbuka dengan sendirinya,... Di sana.. suara TV terdengar semakin keras,...

Merasa ada yang aneh dengan situasiini, Agung mengurungkan niat untuk turun lalu berjalan pelan menuju ke ruanganKakak Arif yang baru saja terbuka dengan sendirinya.

Dan itu akan menjadi penyesalan terakhirnya sudah mengambil keputusan itu.

Di dalam ruangan yang cukup luas itu, ruangan yang menjadi kamar Kakak Arif itu, Agung menemukan sebuah TV yang masih menyala dengan remote di atas meja lengkap dengan sepasang kaki yang masih mengenakan jeans bergelantungan di atas langit-langit lampu,... Dan setelah itu, Agung berteriak,...

Arif berkali-kali mengatakan kepada Agung, kalau dia tidak pernah mengajak Agung naik ke lantai 3,... Bahkan ke lantai 2 pun tidak,... Sejak tadi pagi, Arif pergi bersama bapaknya.

Lalu soal kejadian di atas, Arif tidak mau membahasnya karena kedua orang tuanya yang meminta.

Agung tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah,... Dia yakin melihat orang bergelantungan, tapi kata kedua orang tua Arif, Agung salah lihat dan tidak ada apa-apa di lantai 3,... Namun sebelum Agung meninggalkan tempat itu, Agung menceritakan hal terakhir ini kepada Arif,...

Dan bocah itu seperti menyadari sesuatu, karena tak berselang lama, Arif mengatakannya.

"Koen yo ndelok cah wedok iku, gulu ne puklek kan?"

("Kamu juga melihat anak perempuan itu, apa lehernya juga patah?")

Saat itulah Agung kemudian ingat, sesaat ketika dia melihat sepasang kaki bergelantungan,... Di depan pintu kamar ada sosok wanita bergaun putih itu sedang berdiri,... Iya, kepala sosok wanita itu seperti

menggedek ke kiri dan ke kanan beberapa kali, seperti batang lehernya patah dan tidak mampu menyangga kepalanya.

Semenjak kejadian itu, Agung tidak pernah lagi berani datang atau sekedar bermain di rumah Arif lagi.

***


Source By : SimpleMan Story