PENGHUNI PABRIK GULA
Pabrik Gula S**M***O, adalah salah satu Pabrik gula terbesar di wilayah ini. Tidak hanya terbesar melainkan satu-satunya pabrik yang di bangun disini.
Berdirinya pabrik gula ini sendiri jauh sebelum gw lahir di dunia ini.
Besar, megah dan luas adalah hal yang membuatnya di kenal luas.
Namun..., jauh dari kalimat itu, ada dunia yang tidak bisa di lihat oleh mata telanjang. Sesuatu yang akan membuat orang ngeri bila apa yang ada di balik nama besar pabrik itu adalah, KERAJAAN DEMIT.
Banyak yang sadar atau tanpa sadar pernah mengalaminya, karena disini adalah pusatnya.
Pabrik gula ini berdiri di tanah seluas ratusan hektar. Gw gak tau
seberapa luas, tapi bila di bandingkan dengan desa gw, bisa ratusan kali luas desa gw. Padahal, desa gw di bagi menjadi 12 RT. So..., bisa kalian bayangkan sendiri berapa luasnya. ("tidak termasuk kebun tebu").
Sebegitu besarnya luas Pabrik, sampai-sampai di buat 4 zona untuk menggambarkan keseluruhan pabrik ini.
4 Zona itu, disebut dengan zona Timur, Barat, Selatan dan Utara.
Gw bakal ulas perlahan2, karena apa yang gw sajikan membutuhkan detail agar kalian bisa membayangkan berdiri di sini.
Terlepas dari betapa luas dan besarnya pabrik ini. Batas yang paling mencolok adalah, pabrik ini diapit oleh 2 Desa, sebut saja Desa A dan Desa B.
Desa gw adalah Desa A. Kenapa gw mengatakan ini, karena semua ini nanti berhubungan satu sama lain.
Pagi itu, udara sangat dingin. Gw baru aja selesai habis Sholat subuh di surah dekat rumah gw.
Setelah shalat, biasanya anak-anak desa akan ngumpul di depan surah. "Mumpung minggu, ayo mlaku-mlaku"
"Hari ini kan hari minggu, ayo jalan-jalan") kata temen gw Jamal.
Semua temen-temen gw, bersahut-sahutan saling setuju. Gw, langsung
tanya
"Gok ndi...?"
("Dimana...?")
"Yo opo lek nang pabrik. bekne nemu bal tenis"
("Gimana kalau kedalam pabrik, kali aja nemu bola tenis")
Ada hal yang selalu gw lakukan bareng anak-anak desa. Yaitu, masuk ke pabrik gula di samping desa. Alasanya, disana banyak hal yang gw dan temen-temen gw suka.
Salah satunya, bola tenis.
Jadi..., tiap sabtu sore, para petinggi pabrik gula akan bermain di lapangan tenis di dalam pabrik. Satu dari banyak fasilitas untuk pekerja yang suka dengan olahraga tenis. Dan biasanya banyak bola tenis yang keluar lapangan dan menghilang di rerumputan liar yang tumbuh di samping lapangan. Bola itu lah yang nanti kita pungut, buat di bawa pulang.
Kenapa harus bola tenis?
Bola tenis selain mahal, bisa di pakai untuk berbagai permainan tradisional sehingga di mata gw dan anak-anak lain yang masih bocah, bola itu sama berharganya dengan mainan grade mahal.
Selain bola tenis, alasan kami suka masuk ke dalam pabrik karena suasananya..., sejuk. Di dalam lahan yang sebegitu luasnya, banyak pohon tua dan besar sehingga meski siang hari cahaya matahari tidak bisa menembus, menciptakan suasana damai dan sejuk.
Lalu apalagi?
Jawabanya.... Pohon Juwet, mangga, jambu, yang sama sekali tidak pernah di panen. Di biarkan buahnya masak secara alami. Karena, gk ada orang yang tertarik dengan buah itu selain kami.
Anak-anak desa.
Berangkatlah kami menuju pabrik gula. Jalur yang biasa kami lalui, adalah jalur Timur.
Namun, kami terhenti ketika sampai di jalur Timur.
"Loh, kok tutup"
("Lho, kok di tutup") kata Andi.
Gw baru inget, hari minggu gerbang timur di tutup. Karena hari minggu adalah waktu jemaat gereja untuk berkumpul.
Gerbang timur identik dengan pagar besi tinggi, di sampingnya ada gereja.
"Gereja Jawi Wetan" itu yang gw inget. Gerejanya tidak kalah tua sama pabrik, sudah berdiri sebelum gw di lahirkan.
Namun..., Konon, gereja ini terkenal angker. Tapi, sabar...., Nanti akan ada waktunya buat bahas gereja ini.
Gw dan yang lain, kebingungan. Kayanya, bakal batal. Sampe si Udin nyeletuk.
"Yo opo nek liwat perumahan londo"
("Gimana kalau lewat perumahan belanda?")
Gw, terdiam sebentar. Mendengar nama perumahan londo, membuat gw begidik ngeri. Karena, jauh di jalur Utara memang ada gerbang tua. Gerbang itu sudah lama di tinggalkan.
Di sebelahnya, ada tanah luas, berpagar. Disana, berjejer rumah besar nan megah. Ada sekitar 6 sampai 7 rumah dengan gaya arsitek yang sama, arsitek khas Belanda.
Sejarahnya sendiri, rumah itu dulu memang bekas rumah orang-orang belanda yang memiliki jabatan di pabrik gula ini.
Namun, yang bikin gw merinding adalah..., Semua rumah itu sudah kosong bertahun-tahun, tidak di tinggali lagi bahkan hingga saat ini. Dan cerita dari mulut ke mulut..., Kabarnya, banyak yang pernah melihat seseorang berdiri di kaca, menatap kosong jalanan.
Ketika seseorang melintas..., mereka..., melihatnya..., Orang Belanda lengkap dengan pakaian khas mereka. Ttersenyum, menyambut siapapun yang lewat.
Alasan kenapa temen gw ngusulin itu, karena di perumahan londo, tepatnya di rumah paling ujung ada tembok pembatas. Di salah satu bagian temboknya sudah runtuh beberapa bagian, jadi dapat di panjat oleh kami yang masih anak-anak.
Singkat cerita kami pun menuju jalur utara, jalan kaki menyusuri jalan sampai disana.
Satu demi satu kami memanjat, melompat dan sampailah di depan rumah megah yang berjejer.
Hal yang paling menganggu dari rumah ini adalah gaya desain rumah ini yang hampir sama semua.
Yang paling mencolok, kaca hitam besar di samping pintu.
Setiap melewati rumah itu gw berusaha untuk tidak melihat ke dalam kaca itu. Karena setiap melihat kaca itu, gw terbayang wajah-wajah belanda yang sering gw bayangin karena cerita-cerita yang tersebar.
Namun, gw selalu gagal.
Gw selalu melihat ke arah sana. Memang tidak ada apa-apa, tapi bulukuduk selalu merinding tiap melihatnya.
Teman-teman gw yang lain tampak biasa saja, berjalan tanpa beban. Sedangkan gw, was-was..., Perasaan tidak enak ketika melewati rumah itu selalu muncul tiba-tiba. Seolah_olah gw sudah di tunggu oleh mereka. Mereka yang menghuni perumahan Londo ini.
Akhirnya gw dan yang lain sampe di jalan kecil yang menuju ke kawasan pabrik. Gw bisa lihat gerbang utara yang di kerangkeng dengan rantai di belakang. Akhirnya gw menyusuri jalanan itu, di sebelah timur terlihat samar-samar bangunan tua sekolah TK yang di pisah dengan pagar kawat tinggi.
Sebuah lahan kosong yang ditumbuhi oleh pohon mangga. Anehnya, di bawahnya rumput tinggi-tinggi setinggi lutut orang dewasa.
Dalam hati gw bertanya,
"kenapa orang pabrik gk ada yang motong rumput itu, biar bersih saja"
Namun, rupanya ada alasanya....
Lapangan tenis sudah terlihat. Di samping lapangan tenis ada 2 pohon Asem yang sudah berumur puluhan tahun. Besar sekali dan mencolok di bandingkan pohon-pohon lain, sehingga lapangan tenis begitu sejuk di tutupi rindangnya dedaunan pohon asem.
Jauh di belakang lapangan tenis tepatnya di antara lahan kosong dan gedung TK, ada satu pohon lagi yang mencolok. Yaitu, pohon Beringin. ("Sampai sekarang tahun 2019 pohon ini masih berdiri")
Gw gak pernah suka pohon itu. Bahkan sejak gw bersekolah di TK gw masih inget jelas kenangan-kenangan yang nanti akan gw ceritain secara perlahan. Intinya, pohon itu berada di tempat yang terisolasi. Butuh waktu untuk menembus tingginya rumput liar di samping lapangan tenis. Akhirnya kami masuk ke lapagan tenis, ada pintu pagar kawat di sekelilingnya. Sangat tinggi pagar kawatnya, berguna agar bola tidak keluar dari lapangan. Namun selalu ada saja bola yang berhasil keluar.
Disana..., kami mulai mencari bola tenis yang mungkin masih ada sisa saat sabtu sore kemarin ketika petinggi pabrik bermain.
Namun, mata gw gk fokus. Gw lebih tertuju pada 2 pohon asem yang bersebelahan sama besarnya.
Entah disana ada apa?!!, Tapi, bulu leher gw selalu meremang setiap melihat pohon itu.
"Aku nemu bal kilo"
("Aku nemuin bola ini loh") teriak temen gw si Jamal.
Gw dan udin serta Dayat mendekat.
Bola segera di amankan di saku milik jamal. Kami akhirnya bermain- main dahulu di lapangan tenis. Tempatnya adem dan bener-bener enak buat rebahan tidur. Tapi, ada yang mengganjal pikiran gw, seolah-olah ada yang ngelihatin gw entah darimana.
Dayat yang pertama usul.
"Mumpung nang kene, ayok golek jambu, wes mateng koyok'e"
("Mumpung disini, ayo nyari buah jambu, sudah matang kayanya")
Bicara tentang jambu, ada satu tempat dimana kami bisa menemukan banyak pohon jambu biji.
Jawabanya..., adalah Rumah Dinas Supervisor.
Akhirnya kami pergi lebih ke barat, di samping kiri kami bisa melihat berjejer rumah besar. Tidak sebesar permahan londo, namun rumah disini sudah cukup besar. Karena rumah ini di kususkan untuk para Suprvisor pabrik. Sayangnya, setahu gw hanya 2 atau 3 rumah yang di huni.
Sisanya....?
Sisanya di biarkan kosong tak berpenghuni. Alasanya, karena ada cerita yang sangat mengerikan yang pernah gw dengar dari seseorang di tempat ini.
Kisah itu adalah, di datangi pasukan POCONG....
Awalnya cerita ini gw denger dari Mas Hendra.
Mas Hendra ini dari luar kota. Beliau dapat kerja di pabrik ini lewat pamanya, om Ardi yang kebetulan menjabat jadi supervisor.
Selama bekerja di pabrik ini, om Ardi dapat rumah dinas. Dan di ajaklah mas Hendra menginap.
Mas Hendra nurut saja, karena memang beliau waktu itu masih muda, belum kepikiran ngekost apalagi punya rumah.
Singkatnya suatu malam, om Ardi pamit. Katanya beliau sudah urus cuti dan rencananya mau pulang kampung.
Disinilah mas Hendra akan di tinggal di rumah itu sendirian.
Mas Hendra yang tidak tau apa-apa dan baru mengenal lingkungan ini jawab iya-iya saja, toh rumahnya besar dan nyaman.
Sebelum om Ardi pergi, beliau berpesan.
"Nek awakmu krungu suara opo ae, gak usah metu. Tinggal turu ae yo le"
("Kalau kamu denger suara apa saja, tidak usah keluar. Di tinggal tidur saja ya nak")
Mas Hendra cuma manggut-manggut. Beliau tidak bertanya lebih rinci, mungkin hanya pesan biasa saja, pikirnya.
Rupanya, itu bukan sekedar pesan biasa, melainkan sebuah peringatan.
Malam semakin larut..., Mas Hendra duduk di teras menikmati semilir angin malam. Berkawan segelas kopi dan rokok, beliau memandang ke kanan kiri, namun sepi.
Om Ardi sendiri bilang, samping kiri kanan rumah ada penghuninya. Tapi, mas Hedra tidak pernah berjumpa sama sekali.
"Mungkin sudah tidur" pikir mas Hendra,
Semakin larut, suara hewan malam terdengar semakin riuh. Mas
Hendra bersiap mau masuk rumah. Namun, beliau di kejutkan oleh suara asing yang tiba-tiba melintas.
"Ngiriiikiiki"
Itu adalah ringkikkan kuda.
Mas Hendra kaget.
"Bagaimana bisa ada suara kuda di tempat seperti ini"
Namun, rupanya...., tidak hanya sekali namun berkali-kali. Jadi beliau mengambil senter dan jaket, mau mencari dimana sumber suara itu karena penasaran.
Tanpa mas Hendra sadari, beliau meninggalkan perumahan Dinas. Melangkah melewati jalanan sepi.
Penerangan di kawasan pabrik memang tidak terlalu bagus. Berbekal cahaya bulan, mas Hendra menelusuri jalan. Ia bergerak menuju lapangan tenis, namun suara itu semakin jauh.
Rasa penasaran memenuhi isi kepalanya, mas Hendra tidak memikirkan apapun, lebih tepatnya belum curiga.
Rupanya, tanpa mas Hendra sadari beliau sudah memasuki perumahan Londo. Kali ini suara itu sudah lenyap dan mas Hendra seolah baru
sadar, dia sudah berjalan sejauh ini.
Disaat berniat ingin kembali, mas Hendra mencium aroma wangi. Di hirupnya aroma itu, semakin lama semakin menyengat.
Penasaran, mas Hendra mengintip perumahan Londo. Dari balik pohon randu, di lihatnya dengan seksama apa yang ada di depan sana.
Kaget bercampur bingung. Di salah satu rumah, ada sosok yang tengah berdiri, mengenakan gaun putih panjang sampai lantai, sosok itu menatap jalanan.
Rambutnya pirang. Posturnya tinggi, ramping dan berbau wangi.
Dalam kebingungan, mas Hendra baru sadar. Bagaimana bisa ada orang di rumah itu, bukanya om Ardi mengatakan tempat itu kosong melompong.
Rupanya perasaan mencelos itu membuat sosok itu sadar tengah di intip. Sosok itu memandang pohon randu tempat mas Hendra bersembunyi.
Mas Hendra berdiam diri, mencoba agar sosok itu tidak mendekati. Rupanya, wewangian itu semakin menyengat seolah sosok itu mendekatinya. Mas Hendra berbalik untuk mengintip kembali.
Benar saja dugaanya...
None belanda itu rupanya mendekatinya, tertawa nyaris cekikikan. Yang bikin mas Hendra lari terbirit-birit..., sosok itu mendekatinya dengan terbang. Kakinya tidak menyentuh tanah sama sekali.
Tak perduli kemana ia berlari, yang penting menyelamatkan diri terlebih dahulu.
Sampai akhirnya mas Hendra berhenti untuk mengistirahatkan kaki. Baru sadar, ia berlari jauh ke samping lapangan tenis. Di bawah 2 pohon ASEM besar, rupanya mas Hendra tidak sendirian.
la, di temani oleh sosok yang sangat besar, yang di lihatnya nyaris seperti pohon Asem.
Dan ternyata, itu adalah kakinya....,
Gw yang denger mas Hendra cerita, cuma begidik dan terbayang- bayang.
Tanpa pikir panjang mas Hendra kembali berlari. Rumah dinasnya beberapa ratus meter lagi.
Ketika akhirnya beliau sampai di depan pintu rumah dinasnya. Mas Hendra langsung masuk dan pergi tidur di kamar.
Namun, rupanya. Malam mengerikan ini belum berakhir. Karena teror yang selanjutnya adalah puncak teror yang membuat mas Hendra angkat kaki dari rumah Dinas khusus Supervisor itu.
Teror pasukan POCONG nan mengerikan.
Masih di malam yang sama, mas Hendra berusaha melupakan apa yang baru dia lihat.
Seumur-umur dia belum pernah bertemu apalagi melihat hal di luar logika. Karena sebelumnya ia hanya mendengar dari orang-orang. Namun, jam 1 dinihari tidak membuat mas Hendra bisa tidur...,
Sebaliknya..., ia terus kepikiran kejadian yang baru saja terjadi.
Wajah nona belanda itu rupanya benar-benar membuat mas Hendra kepikiran, wajahnya menakutkan ketika tersenyum terutama ia bisa terbang.
Bagaimana bila dia datang ke rumah ini. Hal-hal seperti itu rupanya membuat mas Hendra semakin tidak nyaman. Ia berkali-kali kepikiran untuk pergi, tapi kemana..
Rupanya, kecemasan yang merasuki mas Hendra mengaburkan sosok yang memanggil-manggil namanya dari luar kamarnya.
Tepat di jendela, mas Hendra mendengar seseorang memanggil- manggil.
"Mas. tolong, mas"
Kaget bercampur takut, mas Hendra menjauh dari jendela.
Namun, suara itu semakin nyaring karena sepertinya tidak hanya satu suara melainkan seperti bersama-sama.
Mas Hendra lari ke ruang tamu.
Di ruang tamu sama sekali tidak mengurangi rasa takut mas Hendra karena suara itu semakin terdengar.
Akhirnya, mas Hendra memberanikan diri melihat...
Mas Hendra membuka selambu jendela ruang tamu yangmenghadap halaman rumah. Betapa terkejutnya mas Hendra. Rupanya di
depannya,banyak sekali pocong menatap rumah mas Hendra.
Tidak hanya satu, melainkan lebih dari 10 pocong mengelilingi rumah dinas itu.
Mereka terus meminta tolong. Semalam suntuk dan ketika adzhan subuhberkumandang, pocong itu akhirnya lenyap.
Esoknya ketika om Ardi datang, beliau melihat mas Hendra yang tampak shock. Om Ardhi seolah-olah tahu.
"Koen kenek opo le?"
("Kamu kenapa le?") tanya om Ardi
Mas Hendra segera menceritakan semuanya.
"Koen iku tuman, kan wes di penging"
("Kamu itu ceroboh, kan sudah di larang") jawab om Ardi.
Disini, om Ardi bercerita..., Bila kedatangan pocong itu kesini biasanya di karenakan mas Hendra sudah menganggu dayangnya, yaitu Nona Nelanda.
Ada keterikatan apa mas Hendra tidak mengerti. Namun, rupanya ada kasta di dalam pabrik ini.
Sehingga bila melihat pengghuni satu biasanya akan mandatangkan
penghuni lain. Dan bisa di bilang, pasukan pocong itu merupakan kasta terbawah di bandingkan Nona Belanda.
Gak yakin gw bisa nuntasin cerita ini malam ini. Padahal ini masih Zona utara, dan masih banyak yang belum gw ekspos?
Jadi rupanya ada kasta di antara para penghuni di pabrik ini.
Setiap tempat ternyata memang berpenghuni. Hanya saja, kasta mereka berbeda-beda. Ada yang paling kuat hingga paling lemah. Ada yang paling ganas namun ada juga yang sekedar usil menampakkan diri.
Lalu, dimana yang paling kuat?
Jawabanya ada di lahan kosong di samping gerbang tidak terpakai di utara. Tempat dimana rumputnya tidak pernah di potong.
Dahulu, sebenarnya lahan itu akan di alih fungsikan untuk parkir truk yang mengangkut tebu.
Jadi di lakukan pembabatan guna membebaskan lahan dari rumput liar. Pekerja pabrik mulai melakukan pembersihan, rumput sudah di babat. Sampai akhirnya pohon mangga disana akan di tumbangkan juga. Namun, rupanya..., Hal yang mereka lakukan membawa kemarahan yang besar bagi penghuninya.
Tepat setelah malam hari. Semua pekerja disana, jatuh sakit. Beberapa di antaranya bermimpi, di temui seorang wanita yang sangat cantik. Wanita itu berpesan agar tidak melanjutkan apa yang akan mereka kerjakan. Karena bila di lanjutkan, akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Beberapa percaya, beberapa nekat tetap melanjutkan.
Keanehan terjadi lagi, gergaji mesin yang di gunakan untuk
menumbangkan pohon disana, semuanya patah. Seolah pohon-pohon itu terbuat dari besi. Tidak hanya itu, beberapa kali mereka di ganggu oleh ular yang melintas tiba-tiba.
Namun, yang paling aneh...., rumput yang di potong kemarin tumbuh seperti semua. Seolah-olah mereka tidak pernah memotongnya sebelumnya.
Hal-hal tidak wajar ini, membuat para pekerja ketakutan. Terutama sang mandor, yang firasatnya menjadi tidak enak.
Akhirnya, pak mandor memutuskan menghentikan pekerjaan sementara sekaligus memanggil orang pintar.
Ketika di terawang tempat itu, si orang pintar hanya berpesan. "Jangan lanjutkan.... Bila kalian tidak mau meregang nyawa"
Bingung, sang mandor bertanya,
"Kenapa mbah?"
Orang pintar itu menunjuk suatu tempat yang bisa di katakan, paling dalam di lahan kosong itu.
"Itu adalah rumahnya, tempat makhluk yang tidak pernah menerima kehadiran kalian disini"
"Apakah tidak bisa di usir mbah?" tanya sang mandor
Si orang pintar kemudian tersenyum kecut.
"Berani bayar berapa kamu dengan harga nyawaku?"
Si mandor terkejut.
"Nyawa mbah?"
"Iya nyawa, saya tadi sudah berbincang sama dia. Dia bilang nyawa sampeyan-sampeyan ini yang jadi taruhanya. Itu pun gak akan bisa kalian babat lahan ini. Mau mati konyol sampeyan?" tekan si mbah.
Akhirnya si orang pintar bercerita.
Pabrik tempatmu bekerja adalah sarang Kerajaan Demit.
Kaget bercampur bingung, sang mandor bertanya kembali "Maksudnya mbah?"
"Ya ini pusatnya Kerajaan Demit... Tau Demit tidak?"
Jadi, rupanya..., penghuni lahan kosong itu adalah seorang wanita cantik namun bertubuh ular hijau. Selain itu, si ratu ular ini ibaratnya adalah panglimanya.
Di setiap sudut pabrik, selalu ada yang terkuat dan menjaga wilayah teritorinya sendiri, termasuk di bagian utara yang di jaga oleh siluman ular.
Inget gw pernah bikin cerita tentang di incar penghuni pabrik. Rupanya, itu masih berhubungan sama siluman ini.
Karena yang mengganggu gw, itu masih anakanya. Alias anak dari siluman ini. Bisa di bayangkan, kalau anaknya saja butuh orang sekelas Nyai Asih, gimana bila mbok-mbokanya (Ratunya), si orang pintar sampai mengatakan nyawa adalah taruhanya bila berani mengusik wilayahnya.
Namun semua ini tidak berhenti sampai disini. Setelah pabrik ini tutup, ada sebuah cerita yang menimpa warga desa B.
Warga desa B ini, adalah seorang lelaki tua yang keseharianya mencari rumput untuk pakan ternaknya. Entah tidak ada yang memberitahu atau tidak. la tergiur....
Tergiur dengan rumput liar yang tumbuh di lahan kosong. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan membabat rumput liar itu. Tidak sampai setengah hari, karung yang ia bawa penuh dengan rumput untuk mengenyangkan hewan ternaknya.
la segera pulang dengan rumput-rumoutnya. Tanpa ia sadari, ia juga membawa pulang malapetaka bersamanya.
Malamnya, ia terbaring sakit. Badanya demam, panas. Sudah di beri obat namun seperti tidak berpengaruh. Tidak hanya itu, si lelaki tua meronta menahan sakit yang teramat sangat, seperti di siksa oleh sesuatu.
Rupanya, ada orang yang tidak sengaja melewati rumahnya. Ketika orang asing itu melewati rumahnya, ia kaget. Karena di depan rumah lelaki tua, ada wanita bertubuh ular sedang menari-nari di depan rumah.
Dalam hati, orang itu hanya berkata.
"Sebuah bencana ada di rumah ini"
Keesokan harinya, orang asing itu bertamu. Ia di sambut sang isteri, bertanyalah orang itu dan akhirnya si isteri bercerita, ia meminta ijin untuk melihat lelaki tua itu.
Di luar dugaan, kondisinya sudah sangat parah. Bahkan beberapa kali, lelaki tua itu meracau minta mati.
Lewat usul orang asing itu, si lelaki tua di bawa ke guru spiritualnya. Namun rupanya, semua sudah terlambat. Tarian yang di lakukan wanita ular itu adalah tarian kematian untuk si lelaki tua.
Namun, semua belum berakhir. Di tubuh lelaki tua itu, di temukan sisik ular.
Si isteri hanya menangisi jasad suaminya yang malang. Orang asing itu akhirnya memberi saran, agar pemakamanya di lakukan dengan tertutup untuk menghindari aib dan mulut orang-orang tak bertanggung jawab.
Namun, semua orang tau akan kisah ini dan tidak begitu terkejut ketika mendengarnya.
Gw dan yang lainya akhirnya bergegas pulang, manakala hari sudah terik. Dengan jambu biji sekresek. Kita sepakat mau lewat gerbang utara, di samping lahan kosong.
Rupanya, Udin benar, di dekat gerbang ada kawat yang bisa di tarik sehingga kami bisa menerobos lewat.
Jujur gw masih merinding tiap lihat lahan itu. Auranya gelap dan mencekam. Namun, gw masih inget pesan seseorang.
"Asal kamu gak ganggu, dia juga gak akan menganggu. Mereka butuh alasan untuk menganggu"
Gw berjalan menelusuri jalur utara. Sampai gw melihat, gedung TK lama gw.
Melihat gedung TK sekolah gw mengingatkan gw akan peristiwa itu. Waktu gw masih TK.
Dimana ada satu peristiwa yang gak bakal pernah gw lupain, peristiwa tentang.....
Gw, Endah, dan pohon beringin tua. Di belakang gedung sekolah, tepatnya di samping lahan kosong itu.
Dimana, gw melihat ada gadis kecil yang menjaga pohon beringin tua
itu.
Hal yang gak banyak orang tau adalah, gw gk bisa lihat secara langsung. Tapi, gw bisa memvisualisasikan sesuatu dari cerita orang lain. Lalu bagaimana gw tau tentang gadis kecil yang menunggu pohon beringin?
Endah lah yg memberitahu gw pertama kali akan sosok ini.
Sosok yang akan gw ceritakan malam ini.
Kita balik jauh ke belakang saat gw masih TK disini.
TK ini, di bangun sama persis di samping lahan kosong. Bila di lihat dari denah lokasinya cukup jauh dari lapangan tenis. Namun, jaraknya
cukup dengan pohon beringin.
Nah, pohon beringin inilah yang akan jadi fokus cerita kita...
Sebelumnya, gw mau kasih tau. Sampai saat ini, tanggal 6 maret 2019, pohon beringin ini masih berdiri. Termasuk lahan kosong itu yang memang tidak ada yang berani menyentuhnya.
Jujur, gw pengen ambil gambarnya, biar kalian bisa lihat. Tapi, gw harus urungkan. Gw tau, mereka gak suka.
Lanjut ke cerita. ketika gw TK, pohon beringin itu memang seringkali mencuri perhatian gw, entah kenapa ada energi negatif yang bikin gw gak bisa mengalihkan pandangan tiap gw melewati halaman sekolah.
TK gw sendiri adalah bangunan peninggalan Belanda, sehingga desainya cukup seram.
Banyak kisah mistis yang simpang siur selama gw bersekolah di TK ini.
Salah satunya adalah sosok yang tinggal di pohon beringin tua itu. Konon kabarnya, ada kuburan anak-anak disana. Namun, belum ada bukti bahkan sampai cerita ini gw tulis. Jujur, sekarang gw merinding. Namun, kisah lain juga tidak kalah mengerikan. Satu yang selalu di ceritakan turun temurun...,
Dahulu beredar cerita bahwa pondasi yang di gunakan untuk bangunan sekolah adalah kuburan kuda.
Jadi, dulu ini adalah tempat penjagalan kuda. Dimana kepala dan tubuh binatang itu tersebar dsini.
Sehingga..., Setiap malam, Pak Abut si penjaga sekolah seringkali mendengar suara kuda meringkih. Ngomong soal suara kuda, kisah ini berkaitan dengan suara yang di dengar mas Hendra. Jadi yang jelas, zona utara adalah zona dimana seringkali di temui suara kuda bergentayangan.
Balik lagi ke gedung TK. Ada 3 kelas yang selalu di gunakan, yaitu kelas untuk anak 5 tahun yang di sebut nol kecil. Sedangkan 2 kelas untuk anak 6 tahun yang lebih di kenal dengan nama nol besar
Selain 3 kelas itu, ada lagi beberapa ruangan seperti ruangan guru. Lalu, ruangan musik.
Ruangan musik jarang sekali di gunakan bila tidak ada pak Mamat, guru pengajar musik.
Namun, banyak beredar cerita yang selalu menarik perhatian gw. Di sudut kelas musik, ada sebuah piano kecil. Piano itu kadang di gunakan pak Mamat untuk mengajar.
Mengerikanya adalah..., seringkali lantunan nada piano di mainkan bahkan di siang bolong sekalipun. Yang menjadi masalahnya adalah, setiap kali di lihat siapa yang memainkanya, tak seorangpun duduk di kursi memainkan piano. Seolah-olah piano itu bermain dengan
sendirinya.
Gw sendiri belum pernah mendapat pengalaman itu, jadi gw anggap itu hanya rumor kosong.
Termasuk rumor, anak kecil yang suka menunggu di kamar kecil.
Tapi, ada satu rumor yang gak bisa gw katakan sebagai omong kosong karena, rumor ini pernah gw buktikan dengan sendirinya.
Rumor tentang gadis yang menghuni pohon beringin.
Kisahnya, di mulai ketika gw melihat Endah.
Endah adalah tetangga gw, sejujurnya kita sama-sama tidak menyukai satu sama lain. Namun, ayah kami memiliki ikatan yang erat sehingga akhirnya gw mencoba bersikap baik dengan dia.
Namun dia, gk bisa di baca dari luar. Sifatnya lebih tertutup dari anak- anak pada umumnya. Disaat anak-anak akan menghabiskan waktu untuk bermain dan bersama teman-temannya. Endah, hanya akan duduk memandang satu titik yang paling gw benci di tempat ini.
Itu adalah pohon beringin di belakang.
Pernah beberapa kali Endah tidak mengikuti kelashanya karena ia terlalu asyik melihat pohon itu. Sampai guru kami, bu Etikmenegurnya beberapa kali. Namun tetap saja, anak itu bertingkah aneh.
Suatu hari, gw begitu penasaran, jadi gw putusin mendekatinya. Gw
mencoba mengulik apa yang dia lihat selama ini.
"Opo seh seng mok delok?"
("Apa sih yang kmu lihat"?) kata gw
"Awamu eroh wit ringin iku?"
("Kamu lihat pohon beringin itu?")
"Iyo" kata gw lagi.
"Onok arek cilik seng ndelok kene sak iki"
("Ada anak kecil yg melihat kita saat ini")
Mendengar itu, perlahan gw bisa memvisualisasikan ucapan Endah
menjadi sebuah bayangan.
"Cah wedon"
("Anak perempuan?") kata gw tiba-tiba
Endah akhirnya melihat gw
"Isok ndelok tah?"
("Bisa melihat juga tah?")
Gw langsung pergi, karena entah kenapa, firasat gw gak enak.
Itu adalah pengalaman satu-satunya yang gw inget tentang makhluk ini. Namun rupanya makhluk ini adalah makhluk yang sering maen ke desa gw.
Karena apa yang terjadi berikutnya, dia merasuki salah seorang warga. Kejadianya sendiri di mulai siang bolong, ketika gw sedang maen dengan anak-anak. Gw denger baru saja terjadi sebuah kehebohan, banyak warga yang mendekat, dan beramai-ramai memenuhi rumah.
Penasaran, gw pun mendekat.
Rupanya mbah Bun, salah satu wanita tua yang halamanya seringkali gw pake maen berteriak-teriak nyaris histeris. Suaminya Mbah Nang, mencoba menenangkanya berkali-kali. Namun, mbah Bun rupanya masih terus menjerit-jerit. Gw yang sedari memperhatikan gelagat aneh itu akhirnya sadar, mbah Bun kesurupan...
Masalahnya adalah, mbah Bun terus berteriak dia minta pulang.
"Aku tak muleh, aku tak muleh"
("Aku mau pulang, aku mau pulang")
Mbah Nang akhirnya yang pertama kali bertanya perihal itu.
"Muleh nang ndi"
("Pulang kemana?")
"Nang omahku"
("Ke rumahku") jawabnya.
"Sopo koen?"
("Siapa kamu?") tanya mbah nang.
Namun sosok itu melotot, tidak mau menjawab lalu menjerit kembali. Pergolakan itu terus terjadi sampe akhirnya om gw datang.
Dhe No yang merupakan juru kunci di desa gw. Sekali lihat, dhe No
langsung tau, siapa yang merasuki mbah Bun.
"Lapo koen nang kene?"
("Ngapain kamu disini") tanya dhe No ketus.
"Aku kate muleh"
("Aku mau pulang") jawabnya sambil melotot.
"Muleh, tapi koen gowo rogone wong"
("Pulang, tapi kamu di dalam raga seseorang")
Terjadi perdebadan yang panjang....
Intinya, mkhluk itu tidak sengaja kesedot tubuh mbah Bun ketika beliau mlamun. Untuk itu, gw cuma mau berpesan, hati-hati bila melamun. Pikiran yang kosong membuka diri kita utuk lebih mudah di masuki.
Setelah terjadi tawar menawar bagaimana makhluk itu keluar. Rupanya, dia minta syarat.
Dia mau keluar hanya saja nanti, dhe No harus mengantarnya dengan cara di gendong di punggung.
Dhe No pun menyanggupi permintaanya. Bila di lihat dengan mata kosong, dhe No seperti berjalan dengan posisi menggendong. Namun bagi mereka yang bisa melihat, ada sosok gadis kecil disana.
Sampai saat ini, gadis itu masih ada disana. Hanya saja, sekarang ia tidak lagi suka berjalan-jalan ke desa gw lagi, entah kenapa...
Sekarang, kita menuju ke bangunan gereja 200 meter dari gedung TK, disana terkenal dengan satu Hantu wanita.
Warga menyebutnya dengan.. Hantu Wanita Menangis.
Namanya adalah Suparlan, biasa di panggil wak Parlan. Beliau adalah
orang tua yang rumahnya berada persis di depan gereja. Kiri kanan rumahnya hanya tanah kosong. Disana di tanami berbagai tanaman kebun, Ubi, pisang, cabai dan sebagainya.
Pernah, beliau bercerita. Bila gereja di depan rumahnya memiliki aura mistis yang tidak biasa. Bila hanya kuntilanak, pocong atau yang lainya, wak Parlan sudah biasa.
Karena dulu, beliau adalah salah satu pekerja pabrik yang sudah lama pensiun. Namun, gereja ini lain dari yang lain.
Suatu malam, godaan menganggu tidurnya. Ia di bayangi oleh sosok wanita yang meminta tolong. Cantik, nan menggugah adalah bahasa yang ia pakai untuk menggambarkan ayunya wanita ini. Sehingga ia terbangun dari tidurnya. Kemudian, rintihan menangis menelusup telinganya.
Halus nan lembut suara itu seolah menghipnotisnya. Karena tanpa ia sadari, ia sudah berdiri di pagar Gereja Jawi Wetan.
Tidak sulit membuka pintu pagarnya, karena memang beliaulah yang di beri mandat untuk menjaga gereja ini. Kini, ia tergoda untuk tau, apa arti mimpinya.
Di telusurinya lorong demi lorong. Pintu-pintu besar dari kayu jati beberapa kali mencuri pandangnya, seolah di guratan yang terbuka itu ada sosok yang mengintipnya. Namun, takut bukan kawan baik seorang wak Parlan, yang konon memiliki ilmu kebatinan.
Rupanya, suara itu berasal dari gudang belakang. Tempat dimana kursi dan meja rusak di susun ala kadarnya. Dengan gemuruh gelisah, Parlan merasa ada yang ganjil dari ruangan ini.
Selama ini, ia ke gereja hanya untuk membersihkan rumput dan menyapu lahan dari dedaunan pohon randu. Sehingga, ia tidak tau menahu akan apa yang ada di dalam ruangan2 ini.
Setengah hatinya berbisik untuk pergi dan angkat kaki..., Namun setengahnya lagi, berkata ada penasaran yang harus di lunasi.
Tanganya tua namun tegas. Meski kaki gemetar menopang badan ringkihnya.
Tak kala suara krieeet dari pintu tua terbuka. Ia hanya melihat ruangan seukuran kamar tidurnya, tidak terlalu besar, namun bedanya..., sangat berantakan.
Tak di dengarnya lagi suara tangisan itu. Ketika tangan terpatri untuk menutup lagi, sudut mata wak Parlan menatap ujung ruang.
Seseorang tengah meringkuk disana, sudut nan gelap mengaburkan kehadiranya. Wak Parlah awalnya ragu. Mana ada seseorang disini, dini hari, meringkuk menyendiri.
Wak Parlan mendekatinya, di tepis pikiran buruknya. Mungkin ia terkunci, dan tidak ada yang mengetahui, ucap hati kecilnya.
Namun, kaki sudah melangkah, tak ada waktu untuk berbalik kembali.
"Mbak, nuon sewu, panjenengan sinten nggih"
("Mbak mohon maaf, anda siapa ya")
Suara gemetar wak Parlan, menghentikan tangisanya. Namun jawaban tak kunjung bersambut.
Dalam kengerian, ia terjebak di dimensi asing. Karena pertanyaan tak dapat jawaban, wak Parlan menyentuh tangan gadis misterius di depannya.
Sampai.....
Wajahnya terangkat, dan wak Parlan bisa melihatnya dengan jelas. Wanita yang ada dalam mimpinya, menangis..., merintih..., kemudian..., menjerit.
Wak Parlan terjerembab, bukan karena jeritanya. Namun bola mata gadis itu, tidak ada pada tempatnya.
Air mata di pipinya hanya tangisan merah dari darah yang mengalir dari 2 lubang kosong tempat seharusnya bola matanya berada.
Yang wak Parlan ingat hanya dzikir kecil, berharap ia sadar dengan apa yang ia lihat.
Namun, di tengah dzikir kecilnya.. Wanita itu menjerit semakin keras, seolah-olah ia marah, sangat marah. Sehingga wak Parlan akhirnya berlari pergi. la tahu, ia dalam bahaya.
Setelah kejadian itu, wak Parlan memohon diri. Ia tidak mau lagi menjaga gereja itu dari makhluk yang membuatnya tidak dapat menahan diri.
Wanita Yang Menangis, begitulah warga desa memanggilnya.
Malam ini, mau di lanjut gak.. tapi cerita iniudah sangat panjang. takutnya membuat kalian bosan.
Dari sini gw bakal tulis semua yang paling ganas dan bersingungan dengan desa gw. Karena Zona timur adalah tempat yang paling deket dengen desa gw.
Di sebelah gereja ada sebuah gerbang besar, tempat masuk keluarnya Truk pabrik.
Tahun 2006, 3 tahun pasca gw pernah di incar oleh salah satu penghuni di zona selatan. Gw gak pernah lagi pergi ke pabrik di bagian selatan lagi.
Namun gw masih sering berkunjung di zona lain.
Untuk apa?
Jawabanya, mengejar layang-layang...
Jadi bila musim adu layang-layang. Biasanya gw dan Endah, yang waktu itu kita sudah akrab, dan orangnya ternyata cukup menyenangkan.
Kami berdua biasa ngumpul di gerbang timur ini. Karena begitu ada layangan yang putus, gw sama Endah siap buat masuk. (Masuk disini itu masuk ke pabrik.)
Benar dugaan gw, Endah nunjuk ada satu layangan yang putus. Tanpa pikir panjang, gw lompat ke pager di ikuti Endah.
Buat kaian yang gk tau Endah, dia adalah teman TK sekaligus tetangga gw yang, bisa lihat hal-hal begituan.
Kami langsung mengikuti layang-layang yang sesuai prediksi gw masuk ke pabrik. Buat kalian yang bingung, kok tidak ada satpam yang berjaga?, Karena tahun 2006 adalah 2 tahun pasca pabrik ini akhirnya gulung tikar.
Yaitu tahun 2004.
Gw dan Endah langsung berlari. Sialnya, layangan itu masuk ke gudang baru.
Di gudang baru, atapnya dulu adalah seng, tinggi sekali hampir lebih dari 40 meter. Maklum ini salah satu bangunan peninggalan belanda, jadi gudangnya gak umum tingginya.
Hanya saja, seng-seng yang jadi atap sudah pada berlubang.
Gw masih mencari-cari kemana layangan itu nyangkut. Gw terus dan terus menatap ke atap, sampai gw denger Endah mengatakan
"Assalamualaikum"
Kaget gw waktu denger. Karena disana, cuma ada gw. Jadi, Endah ngasih salam ke siapa?!
"Sopo to seng mok salami?"
("Siapa sih yang kamu beri salam")
"Iki lo, mbah e"
("ni loh mbahnya")
"Mbah sopo?"
("Mbah siapa?")
Endah gak jawab, lalu ngajak gw jalan lagi, gw, tiba-tiba merinding.
"Metu ae yo"
("Keluar aja yuk") kata Endah tiba-tiba.
"Lho lapo to, koyok keweden ngene"
("Loh kenapa sih, kok kaya ketakutan gini")
"Seng nduwe nggon iki gak seneng ambek kene"
("Yang punya tempat ini gak suka sama kita")
Gw yang bisa lihat wajah panik Endah, bingung. Endah bisa takut juga? Akhirnya kami berlari kembali ke gerbang tempat gw masuk, Tapi tiba- tiba, gw lihat seekor burung merah. Emang dasar gw ini sampe gk sadar gw ngejar itu burung dan kepisahlah sama Endah.
Rupanya, hal ini membuat gw nyesel seumur hidup bahkan sampe sekarang. Karena Endah harus menanggung akibatnya.
Gw ngejar burung itu sampe jauh masuk ke dalam pabrik. Bisa di bilang, di pusat pabrik samping gedung besar atau bisa di bilang paling besar, di sisi bangunan itu ada cerobong asap pabrik yang paling terkenal.
Gw kaget waktu melihatnya.
Gw nyari-nyari Endah, dan gw gk nemuin dia. Akhirnya gw menelusuri jalan gw tadi.
Namun, gw baru paham apa maksud Endah. Di waktu siang bolong, gw merasa gk sendirian. Malah, seperti di pusat keramaian.
Gw emang gk bisa lihat, tapi bila kalian jadi gw, rasanya seperti jadi tontonan.
Gw mulai lari, tapi semakin gw jauh lari ngikutin jalan, semakin gw tersesat. Seolah jalannya ya emang cuma ini-ini aja.
Jantung gw rasanya gk karuan. Dan gw gk bisa bayangin seberapa marahnya bapak kalau tau anaknya yg badung ini masuk ke pabrik lagi tanpa beliau tahu. Yangg jelas, ketika gw udah capek, gw cuma nangis.
Nangis di waktu gw udah SMP, sangat memalukan memang. Tapi, gw udah di liputi perasaan campur aduk antara takut, khawatir, dan bingung. Dan ketika gw nangis, tumpah aja semuanya.
Di tengah-tengah hal itu, gw denger Endah manggil gw. Rupanya, itu memang Endah.
Dia langsung manggil gw, minta gw pegang bajunya. Gw inget Endah cuma bilang.
"Wes, ojok delok mburi pokok'e"
("Sudah, jangan lihat ke belakang pokoknya")
Gw dasarnya emang gampang penasaran. Gw, lihat ke belakang tapi gk ada apa-apa. Kecuali
yang gw pegang, udah bukan baju Endah lagi, lebih ke seperti batang daun kelor yang di bawa oleh pria tua.
Gw, otomatis kaget untuk beberapa saat, sampe gw bisa nguasai diri
gw. Karena sepertinya, beliau tidak menyakiti gw sama sekali, tapi lebih ke nunjukin jalan.
Gw akhirnya ikut....
Gw di bawa ke sebuah gudang baru lagi. Disana, gw lihat Endah, tersungkur dengan memegang kakinya. Gw yang lihat itu langsung nyamperin. Betapa khawatirnya gw, Endah merintih nahan sakit. Rupanya, waktu dia nyari gw, dia gk sengaja lompat dari "Bok" (pijakan).
Padahal, pijakanya gk tinggi. Tapi, kakinya Endah seperti di gebuk sama benda keras sekali.
Yang gw inget, di tengah-tengah Endah nahan sakit, dia cuma bilang.
"Celuken mas Uji"
("Panggilkan saja mas Uji")
Mas Uji itu kakaknya Endah, gw gk paham maksudnya. Jadi gw akhirnya lari ke gerbang. Belum sampe gerbang, gw papasan sama Mas Uji yang buat gw bertanya-tanya, kenapa orang ini bisa ada disini.
Mas Uji manggil gw.
"Loh nang ndi Endah, gak maen ambek awakmu tah?"
("Loh dimana Endah, bukanya kalian maen bareng?")
"Endah tibo mas, nang kono"
("Endah jatuh mas, disana") teriak gw.
Akhirnya kami lari.
Disana, kakinya Endah sudah bengkak sekali.
Gw, udah gak lihat kakek-kakek itu lagi.
Sesampainya di rumah, bapaknya Endah marah besar sama gw.
Sehingga hal ini sampe ke telinga bapak. Gw di marahin habis-habisan. Namun dari semua kejadian itu, banyak hal janggal terjadi.
Yang pertama adalah salam dari Endah.
Sejak awal masuk ke gudang baru, rupanya Endah melihat kakek-kakek itu menyambut mereka. Hanya saja, beliau mengatakan, jangan masuk lebih dari ini, daripada dia tahu.
Yang di maksud dia adalah, yang punya tempat ini.
Bila gw pikir kembali peristiwa ini, gudang baru hampir di pusat pabrik. Dan itu tepat di samping bangunan utama samping cerobong asap, apakah maksud yang punya tempat ini adalah rajanya.
Yang kedua, rupanya ketika gw ngejar burung itu, Endah ngelihat gw kaya' di rasuki cepat sekali. Karena ketika Endah berusaha ngejar, gw udah ngilang begitu saja.
Endah panik. Akhirnya, dia nyari lebih ke dalam...,
Nah, ketika dia masuk ke tempat ini, dia melihat Naga yang besar sekali, berjaga di bawah cerobong asap.
Disini Endah ketakutan dan lari meninggalkan tempat itu. Namun, karena begitu buru-buru, dia melompat di beberapa pijakan yang tingginya gk seberapa. Ada yang dari tadi mengincar Endah.
Sehingga akhirnya kakinya di pukul. Endah sendiri bilang..., Yang mukul itu, badanya Gemuk, Bongsor, punya payudara kaya' perempuan, tapi bertaring dan menggerikan. Tapi, makhluk itu hanya melotot terus waktu Endah sudah tidak bisa jalan.
Yang terakhir, bagaimana Mas Uji tiba-tiba tau Endah disana. Kata mas Uji sendiri, dia di jemput anak-anak kecil. Mereka bilang adiknya dalam bahaya, dan dia menunjuk ke pabrik.
Mas Uji yang tau dimana Endah biasanya berada segera menyusul, rupanya dugaanya benar. Mas Uji bertemu gw, dan anak-anak yang nunjukin jalan sudah lenyap.
Sekarang, Endah menjadi cacat. Dia jalan dengan kaki terpincang- pincang. Setiap gw ngelihat dia, gw masih ngerasa bersalah.
Namun, Endah tidak pernah membahas hal itu lagi. Karena bisa keluar hidup-hidup dari sana itu sudah patut di syukuri. Di bandingkan dengan seseorang yang ditemukan gantung diri di pohon waru di samping bangunan utama.
Karena kata Endah, itulah nasib bagi mereka yang sudah melihat wujud Rajanya.
TAMAT.