TULANGMAHPING

 


TULANG MAHPING




CeritaHororRumahJalu

bicara malam jumat, membuat saya selalu ingat dengan beberapa kenangan sewaktu saya masih anak-anak.
dulu.. saya punya beberapa teman dekat, kemana pun kami berada selalu bersama-
sama.
entah itu bermain atau sekedar melakukan tindakan yg biasa dilarang oleh orang tua kami.
salah satunya tentu saja menerobos masuk ke dalam pabrik gula yg dulu benar- benar ditutup total setelah masa kebangkrutan.
tapi malam ini saya tidak akan bercerita tentang pabrik gula. melainkan sesuatu yg lain, yg kalau saya ingat sekarang membuat saya tidak habis pikir.
teman sepermainan saya waktu itu, Reski, anak laki-laki yg lebih muda setahun dari usia saya, lalu andi, entah berapa kali saya menyebut anak ini dalam cerita-cerita saya yg dulu, dan yg terakhir, Endah, saya pikir nama ini cukup familiar kalau kalian sering membaca cerita saya
singkatnya, diantara kami berempat, Endah adalah salah satu anak yg paling mbetik (nakal) karena selalu menelurkan ide-ide diluar nalar, ditambah lagi, Endah memang memiliki sesuatu yg tidak banyak dimiliki oleh anak seusianya.
iya. Endah, bisa dibilang memiliki semacam anugerah
anugerah melihat sesuatu yg seharusnya tidak dirinya lihat. mengetahui, sesuatu yg tidak seharusnya juga dia tahu. Endah sepesial bagi kami.
dan di sini lah, awal mula dari salah satu ide sintingnya muncul, yg membuat kami semua sempat jadi bulan-bulanan tetangga waktu itu.
jadi waktu itu, ada salah satu tetangga saya yg meninggal, seorang laki-laki tua yg tinggal di plengsengan pabrik gula. tempat ini dulu rumah yg diberikan untuk para pekerja pabrik gula sebelum bangkrut, tempatnya terasing dan cukup menakutkan, karena ditumbuhi pohon-pohon tinggi
sebut saja nama beliau, mbah Warjo.
kami sangat teramat mengenal beliau, karena, mbah Warjo adalah seorang laki-laki tua yg memiliki temperamen mudah sekali marah, terutama bila kami secara tidak sengaja memungut buah mangga yg jatuh disalah satu pohon yg ada disekitar rumahnya
beliau tidak segan memaki, meneriaki bahkan memukul kami dengan sapu ijuk bila ketahuan memungut buah mangga di depan rumahnya.




wajah beliau keras, tegas, dengan kepala botak dan badan kurus kering, membuat saya masih mengingat dengan jelas postur wajahnya sampai saat ini.

singkatnya. siang itu kami dikagetkan dengan kabar meninggalnya mbah Warjo, lalu sebagai orang desa, tentu saja banyak orang hadir untuk membantu pemakaman beliau, begitu pun dengan kami

disini awal mulanya. dimana kami yg masih anak-anak masih belum tahu tentang batas kenakalan

sewaktu prosesi pemakaman selesai, dalam perjalanan pulang ke rumah, Endah, bocah laki-laki yg paling ndablek itu tiba-tiba saja terpikirkan dengan sebuah mitos yg dulu sering jadi pembicaraan anak-anak di desa kami, yaitu, kami bisa mendengar nasib dari mbah Warjo di alam kubur.

saya tidak tahu bagaimana kalian yg tinggal di jawa memanggil permainan ini, jadi awalnya ini semacam permainan saja untuk menguji mental anak-anak yg dilakukan oleh para remaja ke anak yg lebih muda, kami memanggilnya dengan sebutan Tu-lang-mah-ping.

yg bila diartikan menjadi, pituh (tujuh) - lang (langkah) - mah lemah (tanah) - ping kuping (telinga)

yaitu, pergi ke kuburan pada malam hari untuk mendengarkan sesuatu yg ada di tanah, tujuh langkah dari makam mbah Warjo.

untuk berjaga-jaga (disclaimer), jangan melakukan hal seperti ini ya, perbuatan saya waktu itu memang tidak patut untuk ditiru, selain itu, perlakuan seperti ini sama sekali tidak baik karena tidak menghormati ahli mayit. selain itu, ada timbal balik yg tidak menyenangkan.

lanjut ya. sebelumnya saya beritahu lagi, saya berasal dari keluarga Kejawen yg sangat kuat, keluarga saya salah satu yg paling dituakan di desa, sangat dihormati, tapi, keluarga Endah, lebih jauh kejawennya. bahkan, sebegitu kejawennya keluarganya, sampai membuat orang takut.

jadi permainan Tulangmahping yg biasa adalah dengan melangkah tujuh kali dari makam yg baru, lalu mendengarkan tanah dengan cara menempelkan telinga, konon, yg berhasil akan bisa mendengar suara-suara, seperti jeritan kesakitan atau sesuatu yg kita tidak tahu darimana asalnya.

tapi yg akan kami lakukan bukan Tulangmahping yg biasa, Endah memiliki ide lebih gak masuk akal lagi, yaitu, sebelumnya dia membuat boneka jelangkung yg dipakaikan baju curian dari rumah milik almarhum. waktu itu sebenarnya kami semua sudah menolak tapi, tidak ada yg berani.



singkatnya, lepas isya kami sudah berkumpul dibelakang rumah Endah, tepatnya di kebun singkong tempat kami memang biasa berkumpul.

Endah pamer boneka jelangkungnya, dia bilang kalau dia sudah bertanyapada boneka itu, kalau Tulangmahpingnya kami harus berjalan kearah timur.

maka jam 9 malam kami bersiap berangkat ke kuburan.

waktu itu, jalanan desa belum ada yg memiliki lampu jalan, jadi benar-benar gelap, sunyi, sepi. sebelumnya juga, Endah mengurap tubuh kami dengan minyak wangi, katanya, biar berhasil mendengar teriakan siksaan dari almarhum.

saya masih ingat dengan jelas, waktu itu angin berhembus kencang.

jadi begini, ada angin tertentu yg ketika dirasakan itu membuat badan terasa tidak nyaman, seperti itulah perasaan yg saya rasakan, kalau malam itu seolah seperti sudah memberi tanda agar kami tidak melanjutkan.

tapi tidak ada yg bisa menghentikan Endah waktu itu, ditambah kami saling adu gengsi, kalau hal seperti ini tidak akan membuat kami ketakutan sama sekali, lagipula siapa yg perduli dengan almarhum yg sewaktu beliau masih hidup memperlakukan kami dengan cara yg tidak baik.

sampailah kami berempat di gerbang kuburan desa, kalau kalian sering membaca cerita saya, sebelum sampai di kuburan kami harus melewati kebun bambu yg benar-benar mencekam, karena suara berkrieet-nya saja bisa membuat jantung saya rasanya mau copot.

beberapa kali juga saya merasa seperti sedang diawasi, dari sekat pohon-pohon bambu seperti ada yg mengintai kami, namun, sekali lagi, kami berusaha menekan perasaan takut dengan cara kami sendiri-sendiri, hanya Endah yg berjalan tenang tanpa memperdulikan sekitar.

akhirnya kami berjalan, melewati nisan-nisan kuburan, dibawah pohon-pohon kamboja, kami berjalan menuju ke akam mbah Warjo yg masih harum aroma bunga yg ditabur, di-sana lah kami mulai melihat Endah mengelus batok nisan makam mbah Warjo, Endah seperti berbicara sendiri.

waktu itu, kami melakukan secara bergantian, dimulai dari Endah yg pertama, sebelumnya Endah sudah mengatakan bila langkah yg harus diambil adalah tujuh langkah ke timur, itu berarti dari arah gerbang kuburan, langkah kami akan semakin masuk ke tengah-tengah makam.

saya beberapa kali curi pandang ke tempat lain, karena waktu itu benar-benar terasa tidak nyaman saja, seperti ada yg berdiri melihat kami dari kejauhan, kaki sudah ingin lari, tapi sekali lagi, gengsi membuat saya terus memaksakan diri, begitu pula dengan dua teman saya yg lain

Endah melakukannya, dia sudah membuka sandal, melepas baju, lalu berjalan searah ke timur dengan menghitung langkah sebelum tengkurap diantara dua nisan yg paling tua, kepala Endah sudah menempel di atas tanah, sementara aroma wangi yg ada di tubuh kami tiba-tiba semakin kuat.

Andi yg kedua, sementara saya yg ketiga, sewaktu giliran saya, saya masih bisa mengingat dengan jelas, di bawah pohon kamboja, diantara semak belukar yg ditumbuhi tanaman beluntas, ada wajah yg mengintip namun lalu bersembunyi, saya lalu menunduk memilih melihat kearah tanah.

jadi, setelah saya memantapkan diri, saya mulai melangkah, setiap langkah tentu membaca sesuatu yg kita percayai waktu itu, (biar tidak ditiru tidak saya tulis kejawennya, intinya saya ingin mendengar siksa kubur dari ahli mayit yg sedang engkau siksa) kurang lebih seperti itu.

pada langkah ketujuh akhirnya saya sampai ditempat Andi dan Endah yg masih tengkurap, beberapa kali saya melihat Andi seperti orang yg begujul, badannya tidak bisa diam, berbeda dengan Andi, Endah tampak tenang, saya pun mulai tengkurap bertiga, sejajar, lalu mencoba mendengar..

daun telinga sudah menempel pada tanah kuburan yg sangat dingin, perlahan saya memejamkan mata, mencoba mendengarkan dengan seksama, tapi, tidak ada apapun yg saya dengar, hening, sunyi sekali, hanya aroma wangi yg semakin menyengat yg membuat saya semakin terganggu.

sebelum, saya baru menyadari sesuatu, selama saya tengkurap bersama dengan Endah dan Andi, saya tidak mendengar langkah kaki kedatangan Reski sejak tadi, spontan, saya mulai atau hampir saja mengangkat kepala dan menoleh, tapi, tiba- tiba, tangan Endah mendorong kepala saya kuat2.

mendorong kepala saya seolah ingin agar saya tetap mendengarkan, disitulah semua di mulai, percaya tidak percaya, saya seperti mendengar suara roda delman yg sedang berjalan, "gruduk-gruduk" berulang-ulang kali, lantas, saya pun hanya diam, masih mencoba mencerna apa yg terjadi.

Endah lalu berbicara kepada saya, pelan sekali, "Reski mlayu, ojok ndelok sing gok mburi, si mbah onok nang kunu" (Reski sudah lari, jangan lihat kebelakang, ada si mbah berdiri disitu), setelah Endah mengatakan hal itu, aroma wangi berubah menjadi aroma kentang yg dikukus..

dari arah Andi, saya mendengar suara kalau anak itu seperti sesenggukkan menangis, saya tidak tahu apa yg terjadi dengannya, saya hanya masih mendengar suara roda semakin lama semakin keras, Endah sudah mengendurkan dorongan tangannya, namun aroma kentang kukus semakin menyengat

leher merinding luar biasa, sampai akhirnya lama kelamaan, suara itu mulai menghilang saat itu lah Endah berdiri, membangunkan kami lalu berkata, "iku mau si mbah disusul mbek penduso'ne, ayok- muleh" (itu tadi si mbah dijemput keranda mayat, ayok pulang), kami pun bergegas pulang

dalam perjalanan pulang, saya bertanya kenapa sejak tadi anak itu (Andi) menangis, rupanya, dia mendengar suara orang tua sedang menjerit-jerit, meminta ampun terus menerus, tapi anehnya saya tidak mendengar apapun, sedangkan Endah sejak tadi mesem-mesem sendiri, "kapok" katanya,

jauh dari gerbang kuburan, disitulah saya melihat Reski, berdiri menunggu kami dengan kaki nyeker, sejak tadi wajahnya pucat pasi, dia ingin menjelaskan sesuatu kalau tadi dia melihat sosok tinggi besar tiba-tiba duduk di makam sebelah mbah Warjo, sosok itu menggerang marah..

sontak bocah itu lari tunggang langgang padalah dia sudah melepas sandal, kami pun berlari ke rumah Endah, siapa yg menduga sebelumnya semua ini belum selesai, dari saku celana pendek Endah dia menunjukkan tanah kuburan kepada kami, alamak, pasti si sinting ini mau buat ulah lagi

rupanya benar dugaan kami, tanah kuburan itu milik mbah Warjo, Endah mengatakan tanah itu untuk mengurap kepala batok kelapa jelangkung miliknya.

kami bertiga sempat protes karena Endah mengatakan kalau sekarang harus pergi ke rumah almarhum, dimana itu berada di tanah pabrik,

kami bahkan sempat bersitegang dimana saya dan dua yg lain pun menolak keras ide ini, namun, Endah berkata sampai empat puluh hari almarhum jangan salahkan dia kalau jin Qorin almarhum sampai mendatangi kamar mereka terus menerus, hal ini sontak membuat saya akhirnya melunak..

berangkatlah kami berbekal membawa benda yg sejak tadi membuat perasaan saya tidak nyaman, terlebih rumah almarhum berada di ujung tanah pabrik yg mana tempat paling wingit di sebelah timur pabrik gula apalagi Endah mau meletakkan benda itu dibawah pohon mangga depan kamar beliau

Endah langsung membakar boneka itu, setelahnya, sisa abu-bakaran benda itu dipendam kedalam tanah, namun, dari arah rumah almarhum yg sekarang kosong tak berpenghuni, sejak tadi kami seperti mendengar suara orang berdeham batuk- batuk menyerupai mbah Warjo ketika masih hidup dulu,

setelah itu baru lah kami pulang ke rumah masing-masing, kami diwajibkan menghindari ruang tengah ketika pulang dan menyiram air kamar mandi ke ujung kaki serta mencuci tangan dan menanggalkan pakaian hari ini, karena malam itu, mbah Warjo kabarnya pasti mendatangi kami semua..

seperti yg Endah katakan, sehari saja, di dalam kamar yg waktu itu masih tidur bersama dengan kedua adik saya, dari luar kamar yg tak berpintu, ada yg berjalan bolak-balik, suara kakinya terdengar namun sosoknya tak menampakkan diri, itu adalah kali terakhir saya merasakan beliau




keesokannya, Reski mengatakan dengan siapa saja dirinya pergi ke kuburan malam-malam hanya karena sandal- yg ketinggalan, rupanya, kuburan mbah Warjo ada yg mengacak-acak dan kami lah tertudu yg melakukannya, saat itu lah Endah sekali lagi berkata "kapok" diikuti senyuman

hari itu saya tahu kalau Endah adalah anak yg pendendam, pengingat saya untuk tidak membuat masalah dengan dirinya.

sejak saat itu kami semua menjadi anak-anak paling banyak dibicarakan di desa, bahkan dijauhi selama beberapa bulan, satu hal yg memalukan bila kami mengingatnya.

serius, saya berharap tidak ada lagi yg melakukan permainan ini, karena kami termasuk orang yg beruntung, beberapa anak sebenarnya ada yg tidak seberuntung kami karena sampai memakan korban dimana anak itu tidak bisa bangun lagi dari tidurnya.

terimakasih untuk malam ini semoga ada pelajaran yg bisa diambil dari ini walau pun saya meragukannya, karena benar-benar tidak ada yg perlu dicontoh dari perbuatan kami sewaktu masih anak-anak dulu. terimakasih, selamat malam, semoha bermimpi indah. wassalam.


Source By : SimpleMan Story